Home Opini Menyusun Masa Depan, Kaum Muda Mesti Kuasai
Masa Depan

Menyusun Masa Depan, Kaum Muda Mesti Kuasai

by Imam Nawawi

Satu tema yang anak muda suka ulas adalah tentang masa depan. Meskipun belum banyak yang benar-benar siap menikmati bagaimana menyusun masa depan dengan sebaik-baiknya. Karena mengulas dan menyusun memang sangat berbeda.

Saya tertarik menuliskan tema ini karena dua hal yang saya temukan kemarin (15/3/25). Pertama, saya bertemu seorang pengusaha, Esa Kurnia, yang kini menjadi ketua Sasuma (Sawangan Sukses Bersama). Ia bertutur bahwa sejak umur 8 tahun, ia telah memulai satu keputusan penting, yaitu menjual sayur.

Kedua, saya mendengar kajian Ramadan Masjid Ummul Qura Depok hari ini (16/3/25) dengan narasumber Ust. Dr. Abdul Aziz, QM.,M.,Si. Beliau mengatakan sumber kemiskinan yang tak teratasi di negeri ini adalah adanya ketidakadilan ekonomi.

Muhammad Kecil Menyusun Diri

Memerhatikaan dua fakta itu, saya terbang ke ruang sejarah. Tepatnya pada saat Nabi Muhammad SAW masih anak-anak. Umur 12 tahun beliau telah berdagang lintas negara. Perjalanan panjang, tanggung jawab besar dan tentu saja skill telah dipupuk sedini mungkin.

Pendek kata, Nabi Muhammad SAW menjadi pedagang ulung. Sampai menjadi saudagar kaya raya dengan menikahi seorang investor nomor wahid kala itu, Siti Khadijah ra.

Kalau kita bedah, apakah itu semata karena Nabi Muhammad SAW telah berdagang sejak kecil? Mungkin iya, apalagi kalau ingat ungkapan ala bisa karena biasa. Namun sebenarnya ada lagi faktor paling fundamental, yakni moral dan spiritual. Sejak kecil Nabi Muhammad SAW telah orang kenal sebagai orang jujur (Al-Amin).

Jadi, karakter moral dan spiritual adalah landasan. Kalau ada anak muda ingin sukses dan bahagia serta membahagiakan sesama, maka ia harus punya kompetensi. Tapi jangan hanya kompetensi teknis, lebih jauh juga kompetensi moral dan spiritual. Istilah sekarang harus memenuhi unsur job fit (kesesuaian kompetensi) dan culture fit (kesesuaian nilai-nilai).

Susun dengan Langkah Konkret

Sekarang tugas kita adalah segera menyusun dengan langkah konkret. Dalam dimensi paling dangkal, yakni hidup yang juga memerlukan uang, maka kita harus menentukan sikap dan pilihan.

Kalau masih muda, maka jadilah orang yang tekun belajar, serius dalam segala kebaikan dan jadilah orang yang punya mental kerja keras.

Ust. Abdullah Said, pendiri Hidayatullah malah menekankan tiga “keras” kepada kader-kadernya. Yaitu, kerja keras, ibadah keras, berpikir keras.

Pertanyaanya kemana kita akan kerja keras? Saran saya kepada apa yang jadi minat diri selama ini. Saya menulis setiap hari, itu minat saya. Saya ingin beramal dengan meninggalkan pemikiran melalui tulisan. Ini adalah jalan para ulama, intelektual dan orang-orang yang ingin hidupnya “abadi”.

Siapapun boleh memilih, jalur kebaikan yang akan ditempuh. Terlebih secara prinsip, Allah memberikan kita penegasan bahwa cara menjadi orang yang bersyukur adalah tekun bekerja, serius berkarya dan sungguh-sungguh dalam segala kebaikan.

Serius Bekerja

“Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah).” (QS. Saba’: 13).

Jadi, menyusun masa depan bisa kita lakukan. Caranya adalah dengan serius bekerja, berkarya dan belajar. Ingat ini pesan Alquran.

Ada ungkapan menyebutkan, “The future belong to those who prepare for it today”. Jadi, tidak ada orang sukses dan itu karena sulap. Semua berproses dan bertumbuh.

Dalam kata yang lain, saya tidak tahu kalau teman-teman muda malah serius main game atau scrolling media sosial tanpa arah. Apakah itu akan bisa membentuk waktu demi waktu yang akan kita lalui sebagai bagian dari menyusun masa depan yang indah atau malah memastikan masalah di masa depan?*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment