Hari gini ada ulasan tentang Menyingkirkan Penjajah Peradaban, kira-kira ada apa ini? Terus bagaimana cara dan langkah yang tepat untuk memulainya?
Mungkin itulah yang terbesit dalam benak sebagian orang kala membaca cover Majalah Hidayatullah Edisi Januari 2021 atau Jumadil Awal 1442 H ini.
Ternyata, ini didasari oleh kondisi sebagian besar umat Islam yang walaupun telah mendapat karunia teknologi informasi begitu luar biasa, dimana akses keilmuan tentang Islam hanya dalam genggaman, tapi belum ada tanda-tanda kemajuan umat.
Baca Juga: Jangan Pernah Sempitkan Dadamu
Dalam bahasa Ustadz Suharsono dalam buku Membangun Peradaban Islam, kuantitas umat Islam Indoensia memang tiada duanya. Namun sayang belum diiringi oleh kualitas yang memadai.
Indikasinya semakin mudah dilihat kala memantau keseharian banyak orang, dimana interaksi dengan media sosial lebih tinggi dibandingkan dengan interaksi dengan media yang menjadikan iman dan spirit hidupnya ideal.
Karena itu, di halaman 11 dituliskan pada pengantar, “Saatnya Islam kembali hadir guna menyingkirkan belenggu penjajah peradaban. Syaratnya, Islam tidak cuma di pelajari dan diceramahkan, namun diperagakan. Iman yang diamalkan.”
Mulai dari Shalat dan Interaksi dengan Al-Qur’an
Soal shalat misalnya, di halaman 16 dituliskan, “Padahal idealnya, seruan sholat itu bukan karena waktunya pas atau tidak pas, lagi sibuk atau rileks, sedang senggang atau jadwal yang padat. Memenuhi panggilan shalat itu merupakan hajat hamba tehradap sang Khaliq.”
Dari penjelasan itu kemudian ditambahkan, “Jika urusan shalat wajib saja terasa sulit, maka bisa dibayangkan bagaimana dengan pelaksanaan syariat Islam lainnya? Padahal Al-Qur’an itu bukan cuma simbol, tetapi memang menjadi panduan aktivitas sehari-hari.”
Baca Juga: Sinar yang Hilang
Sebab dalam fakta sejarah peradaban Islam, Al-Quran memang benar-benar langsung mengubah cara berpikir, pola sikap, hingga orientasi hidup. Dari lemah menjadi kuat dan berdaya, dari yang tertindas menjadi rahmatan lil ‘alamin.
Visi Keluarga Muslim
Satu sajian yang menarik dikunyah oleh umat Islam dari Majalah Hidayatullah ini adalah rubrik laporan khusus yang membahas pandemi dan sekolah daring. Bagaimana sebenarnya menyikapinya.
“Sebelum menikmati surga di akhirat, kita harus menciptakan surga di rumah kita. Makanya ada istilah Bayti Jannati (Rumahku Surgaku).” Itulah ungkapan dari pakar parenting, Ida S. Widayanti.
Dalam kata lain, kita akan sadar dan bergerak bahkan mampu menyingkirkan penjajah peradaban jika secara internal memang tumbuh kesadaran akan visi keluarga Muslim yang seharusnya.
Oleh karena itu, menarik paparan Dr. Muhammad Ardiansyah di rubrik yang sama.
“Hasil proses pendidikan tidak bisa ditarget hanya dengan hasil berupa angka-angka. Butuh komitmen dan keistiqomahan dari semua pihak yang terlibat, baik guru, orangtua, maupun anak, sehingga pencapaian penanaman adab itu dapat terlihat.”
Nasihat Tentang Harta
Dalam lembar demi lembar Majalah Hidayatullah Januari 2021 ada rubrik Sejarah. Di sana dinukil kisah dari Yahya bin Muadz Ar-Razi. Salah satu poin yang dihadirkan adalah nasihat beliau tentang harta.
“Dua musibah yang tak pernah mendengar tandingannya, baik bagi generasi awal, maupun generasi akhir, terhadap hartanya ketika ia wafat.”
Lalu ada yang bertanya, “Apa dua musibah itu?”
Yahya bin Muadz pun menjawab, “Harta seluruhnya dirampas darinya. Dan, dia diminta pertanggungjawaban seluruhnya.”
Dengan demikian, secara garis besar, Majalah Hidayatullah perdana 2021 ini mengajak kita untuk sadar bahwa Islam sebagai agama dan keyakinan kita sejatinya juga merupakan peradaban.
Oleh karena itu, nilai-nilai dana jaran dalam Islam, tidak sepatutnya hanya tegak sebatas ritual, tapi juga spirit berperadaban.
Contoh sederhana perihal harta, sedikitnya jangan ditakuti, banyaknya jangan disenangi. Jika pun ada dan lebih-lebih sangat berlebih, maka gunakanlah untuk lahirkan generasi masa depan yang hidup dengan visi membangun peradaban Islam.
Mas Imam Nawawi Ketua Umum Pemuda Hidayatullah
Bogor, 23 Jumadil Awwal 1442 H