Mas Imam Nawawi

- Artikel

Menyerap dan Menebar Energi Kebaikan

Menurut sebagian orang, kebaikan itu penting kita lakukan. Rasio manusia bisa memahami itu. Sebagaimana yang Kosta Rika dan Meksiko raih belakangan, sebagai negara yang masuk 10 besar paling bahagia di muka bumi. Indikasinya jelas, mereka merawat kekerabatan dengan sangat kuat. Mereka senang berbagi dan saling menolong. Itulah mereka yang dengan kemampuan akal saja, mampu memilih […]

kebaikan

Menurut sebagian orang, kebaikan itu penting kita lakukan. Rasio manusia bisa memahami itu. Sebagaimana yang Kosta Rika dan Meksiko raih belakangan, sebagai negara yang masuk 10 besar paling bahagia di muka bumi. Indikasinya jelas, mereka merawat kekerabatan dengan sangat kuat. Mereka senang berbagi dan saling menolong. Itulah mereka yang dengan kemampuan akal saja, mampu memilih kebaikan sebagai energi. Energi yang mereka serap sekaligus tebarkan.

Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia dalam rilis hasil kajian Pusat Penelitian Kesejahteraan Universitas Oxford, Inggris yang bekerjasama dengan PBB, dalam level kebahagiaan berada pada level ke-83.

Jauh berada di bawah Singapura (34), Vietnam (46), Thailand (49), Filipina (57) dan Malaysia (64). Tragisnya Afghanistan berada pada ranking ke-147. Tidak ada lagi setelah itu. Itulah posisi paling buncit.

Fakta ini boleh kita debat. Mulai dari metodologi, cara mengukur dan sebagainya. Tetapi, dengan upaya mereka melakukan riset dan kita saksikan hasilnya, langkah bijaksana kalau kita mengevaluasi. Mengapa Indonesia, terutama umat Islam masih tampak belum maksimal dalam hal menyerap dan menebar kebaikan.

Perkuat Berita Kebaikan

Salah satu faktor mungkin, media massa di Indonesia lebih suka pada berita korupsi, kriminal, daripada berita-berita kebaikan.

Sebagai contoh, apakah ada (banyak) berita tentang indahnya i’tikaf di media mainstream?

Kemudian soal literasi, mengapa orang yang membaca Alquran, bahkan hafal dengan kuat, sepertinya tidak masuk kategori orang yang literat?

Semua ini mungkin kita anggap biasa. Tapi sebenarnya, kalau kita perkuat berita-berita kebaikan seperti ini, boleh jadi Indonesia tak selalu tampak sisi hitamnya. Indonesia punya sisi putih. Orang-orang Indonesia masih banyak yang punya komitmen pada kebaikan demi kebaikan.

Uang negara yang telah hilang karena ulah koruptor memang besar. Tapi saksikan pula bagaimana sedekah, zakat dan infak memberi penguatan kepada mereka yang fakir dan miskin secara signifikan.

Islam memang ajaran yang kalau kita amalkan, hasilnya benar-benar menciptakan perubahan. Suatu harapan yang sebenarnya bisa kita wujudkan, ketika kita memutuskan untuk mengamalkannya.

Pesan Kebaikan

Kebaikan paling mendasar dalam Islam adalah keimanan. Keimanan yang kuat akan melahirkan pemikiran yang jernih serta amal yang luas. I’tikaf yang kini sebagian dari umat Islam lakukan, seharusnya mampu menebar kebaikan.

Seperti akar pohon yang mendapat pupuk dan air yang memadai, saat i’tikaf iman kita mendapat siraman yang deras. Tetapi nikmat dari itu semua seharusnya tak berhenti sebagai pengalaman spiritual belaka. Secara langsung juga dapat memberi dampak secara sosial.

Apalagi kalau melihat umat Islam yang bisa i’tikaf di Makkah atau Madinah. Mereka adalah orang yang paling beruntung secara spiritual. Tetapi kalau berhenti pada sensasi spiritual semata, tentu sangat rugi.

Islam tidak mengajarkan individualisme. Kenikmatan-kenikmatan ibadah itu, mestinya mendorong kita memendarkan pesan-pesan kebaikan dalam tindakan konkret. Siapa yang tekun dalam kenikmatan spiritual pribadi, lalu abai terhadap situasi sosial, maka ia adalah pendusta agama.

Dalam kata yang lain, i’tikaf yang sekarang kita jalani dan Indonesia yang masih menjadi negara yang “kurang bahagia” sudah semestinya mendorong kita berupaya membawa perubahan. Perubahan menjadikan Indonesia tidak saja umat Islamnya mayoritas.

Tetapi getaran dan eksistensinya benar-benar memberi warna kebaikan secara massif. Mengubah wajah Indonesia dari hitam menjadi putih secara langsung atau perlahan-lahan.

Apakah itu mungkin? Kalau kita mau menyerap dan menebar energi kebaikan dari Alquran, apa yang mustahil!*

Mas Imam Nawawi

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *