Apa yang kita rasakan saat mendengar firman Allah, “Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwanya?” Jelas itu adalah sebuah peringatan penting. Bahwa siapa menyepelekan kondisi jiwanya ia mengorbankan masa depan bahagia dalam hidupnya.
Lanjutan ayat itu memberikan penegasan gamblang.
“Dan, sungguh rugi orang yang mengotori jiwanya.” (QS. Asy-Syam: 9-10).
Sebelum kita dalami arti jiwa dan penyuciannya, kita perlu melihat fakta lapangan bagaimana dahsyatnya jiwa yang terguncang.
Tarsum, pelaku kriminal yang melakukan pembunuhan dan mutilasi di Cimais Jawa Barat telah melalui serangkaian pemeriksaan dokter kejiwaan. Hasilnya Tarsum dalam kondisi mengalami gangguan jiwa (akibat depresi).
Namun begitu, sekalipun mengalami gelisah, Tarsum merasa tidak punya masalah atau merasakan sakit. Dan, ternyata menurut Kasat Reskrim Polres Ciamis, Joko Prihatin, Tarsum memiliki utang bank dan ke perorangan sebesar Rp. 100 juta.
Taubat
Jika ada orang mengatakan hidup tak lagi butuh agama, ia berarti telah kehilangan jiwa.
Baca Lagi: Indonesia Darurat Pendidikan?
Jiwa manusia sangat butuh terhadap petunjuk. Kita tidak tahu hidup manusia akan seperti apa, akan tetapi kalau ia punya komitmen terhadap agama, ia tahu kapan ia salah dan bagaimana cara memperbaikinya.
Ketika orang salah, tahu dirinya salah, tapi tidak tahu jalan bagaimana memperbaikinya, maka ia akan mengalami kondisi jiwa yang tertekan.
Jiwa yang tertekan akan sulit melakukan internalisasi nilai-nilai kebaikan yang ia butuhkan. Akibatnya ia akan semakin jauh dari yang jiwanya perlukan.
Oleh karena itu memahami agama, sedangkal apapun tetap poin penting. Karena dengan memahami agama kita tahu bahwa selalu ada jalan memperbaiki diri, yakni melalui pertobatan.
Taubat akan membuat orang yang salah tahu bagaimana jalan memperbaiki diri. Menjauhi dan menyesali kesalahan masa lalu.
Dzikir
Dzikir mungkin telah kita pahami dengan sangat sederhana. Yaitu mengingat Allah dengan menyebut namanya baik dengan lisan atau dalam hati.
Akan tetapi substansi dzikir tidak terbatas sampai di situ. Dzikir bisa melakukan analisa terhadap kondisi yang kita alami sekarang dengan tidak melepaskannya dari peran dan kehendak Allah Ta’ala.
Ketika seseorang berhutang, maka boleh jadi ada keputusan salah yang telah ia lakukan.
Akan tetapi saat ia ingat bahwa semua ada hikmahnya, maka fakta berhutang tidak mengundang energi negatif. Sebaliknya mengundang energi positif untuk bekerja lebih giat, ikhtiar lebih kuat dan berdoa dengan sebaik-baiknya.
Baca Lagi: Berpikir itu Ibadah
Mungkin tidak berhasil hari ini, pekan depan, bahkan tahun ini. Tapi ia tak pernah kehilangan api semangat untuk terus berusaha dan berusaha. Ibarat motor dalam perjalanan, ia tak pernah kehabisan bensin untuk terus melaju.
Segera dalam Kebaikan
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 133-134).
Jadi, dari fakta Tarsum kita harus belajar bahwa merawat jiwa itu utama.
Sebagai manusia kita tidak mungkin lepas dari ujian dan permasalahan hidup. Namun bagaimanapun kita harus ikut petunjuk Allah.
Allah memerintahkan kita segera dalam kebaikan. Artinya jangan terbawa perasaan ataupun pikiran yang jauh dari Alquran.
Lakukan saja perintah Allah, berjuanglah merawat jiwa, dan jangan pernah putus asa dari rahmat-Nya. Itulah jalan terbaik untuk selamat dan sukses menghadapi segala macam bentuk ujian dunia. Semoga kita selamat sampai akhirat.*