Etos kerja merupakan satu kondisi yang penting menjadi perhatian bersama secara berkelanjutan. Seorang teman yang pengusaha mengatakan kepada saya bahwa dalam negeri ini banyak pekerjaan. Tetapi kenapa banyak pengangguran yang muncu lebih karena etos kerja yang belum kuat.
Ketika sebuah bangsa etos kerja anak mudanya lemah, maka yang akan terjadi adalah kerusakan mental.
Lebih jauh, para orang tua pada umumnya tidak ingin menikahkan putri mereka dengan lelaki yang pengangguran.
Seperti yang diberitakan suara.com bahwa ada seorang ibu yang marah atau bahkan mungkin tepatnya murka terhadap pernikahan putrinya.
“Seorang diri aku membesarkan anakku ya. Anak diambil dengan laki-laki yang pengangguran. Laki-laki pengangguran mengambil anak gadisku iya,” kata ibu tersebut dengan nada marah.
Baca Juga: Prinsip Kerja Presiden Soeharto Bagus DIikuti Presiden Kini dan Nanti
Artinya seorang pengangguran saja itu sudah masalah, setidaknya bagi keluarga. Bagaimana kalau pengangguran itu berjumlah besar di negeri ini?
Di negeri ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran Indonesia sebesar 9,1 juta orang pada Agustus 2021.
Jumlah ini naik dari 8,7 juta orang pada Februari 2021, tetapi menurun jika dibandingkan 9,8 juta orang pada periode yang sama tahun lalu, seperti dilansir katadata.
Menurut buku Makroekonomi Modern (2007) karya Sadono Sukirno, pengangguran artinya suatu keadaan seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja, ingin mendapatkan pekerjaan, tetapi belum bisa mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.
Kisah Mas Yuqi
Kembali pada obrolan saya dengan pengusaha yang mengajak saya ngopi di Margonda itu.
Ia mengatakan bahwa pernah suatu waktu ia butuh karyawan untuk proyek yang ia jalankan.
Kemudian ia membuka lowongan kerja. Yang daftar menggembirakan ada 40 orang. Tetapi dari 40 orang itu yang datang ontime hanya 10 orang.
Dari 10 orang itu hanya empat yang memenuhi kriteria. Dari empat itu, dua orang yang datang. Dan, dari dua orang itu hanya satu yang mampu sabar dan serius dalam bekerja.
Kesimpulannya jelas, dari 40 orang pencari kerja, hanya 1 yang akhirnya benar-benar mau bekerja.
Kenapa? Teman saya mengatakan karena mereka mengejar gaji yang tinggi walau baru pertama bekerja.
Padahal, rumus bekerja bagi anak muda harusnya berorientasi pada pengembangan skill dan pengalaman, mendapatkan lingkungan yang kompetitif, barulah berpikir gaji.
Akhirnya teman itu menyimpulkan, bahwa di INdonesia ini sebenarnya banyak pekerjaan. Yang kurang adalah yang benar-benar mau mentas dari pengangguran dengan menumbuhkan etos kerja yang bagus.
Bangkit Sekarang
Uraian ini menghendaki siapa saja yang masih menganggur untuk bangkit. Bangkit dengan menghadirkan motivasi tinggi di dalam bekerja, berorientasi masa depan bahkan menjalani pekerjaan dengan niat ibadah kepada Allah Ta’ala.
Suatu waktu seorang pemuda mengadu kepada Rasulullah SAW. Ia mengaku tidak punya pekerjaan. Nabi pun memberikan uang untuk membeli kampak.
Baca Lagi: Akal, Bagaimana Idealnya Bekerja?
Lalu Rasulullah SAW menyarankan pemuda itu untuk ke hutan mencari kayu bakar lalu menjualnya ke pasar. Beberapa hari kemudian, pemuda itu menghadap Nabi SAW. Ia tersenyum karena telah menemukan pekerjaan yang baik dan halal baginya.
Sekarang tinggal bagaimana kesadaran untuk bekerja pada pekerjaan yang baik lagi halal.
Secara operasional, kecerdasan, potensi diri, dan keahlian, atau bahkan skill semuanya mesti mendorong kemajuan dalam bekerja, sehingga berjalannya waktu menjadikan diri semakin kuat dalam karakter dan keahlian.
Sayangnya hal ini butuh proses, sehingga memang butuh kemampuan berpikir sedikit lebih panjang dari sekedar kerja apa dapat berapa. Inilah yang penting untuk kita semua membenahi dan mengatasi dengan segera.*