Agus begitu semangat hari itu. Ia merasa sangat antusias untuk bertemu koordinator lapangan terkait ide barunya. Namun, tak pernah Agus nyana, respon sang koordinator dingin. Bahkan tak menunjukkan empati kepadanya. Agus pun kecewa. Nah, apakah sikap Agus yang kecewa itu benar? Jika kita merujuk pada pandangan Gus Baha, Agus harus segera menormalkan hatinya. Karena sejatinya urusan hidup kita hanya dengan Allah. Bagaimana caranya?
Gus Baha kerap mengatakan bahwa hidup ini harus tunduk atau ikut apa yang Allah “diktekan” kepada kita. Allah meminta kita berbuat baik, maka jadilah orang baik. Tapi karena Allah.
Kalau ada orang yang mau berbuat baik kepada yang baik saja, maka itu adalah sosok yang terdikte orang lain. Sementara kepada orang yang tak baik menurut pandangannya, ia enggan berperilaku baik. Itu namanya hidup bukan karena Allah.
Ingat Kepada Allah Butuh Waktu
Anggap saja Agus itu kita, yang langsung kecewa. Namanya orang kecewa tidak bisa mendadak jadi bahagia. Sebagaimana pakaian yang terkena hujan, tak mungkin sekejap mata menjadi kering. Butuh waktu, perlu proses. Tidak bisa ujug-ujug. Kecuali drama atau ludruk.
Namun, kita bisa mengupayakan percepatan proses. Yakni dengan cara ingat kepada Allah. Caranya adalah dengan mengingat tujuan awal, niat pertama.
Inisiatif Agus muncul karena rasa peduli, ingin membantu. Bukan untuk dapat pujian, segera dapat penerimaan dan lain sebagainya. Maka pastikan kembali kepada niat awal.
Seandainya kita adalah Agus, kita perlu mengatakan dalam hati, bahwa semua ini kita lakukan karena Allah, semata-mata untuk kebaikan bersama. Soal orang menerima, menolak, memuji atau mengejek, sama sekali itu bukan jadi tujuan kita atau hal yang perlu mengganggu niat awal.
Insya Allah, hati akan segera tenang. Tenang itu artinya tidak terganggu. Tidak bisa terguncang. Dan, banyak orang itu mudah sekali terganggu serta terguncang oleh sikap orang dan omongan orang lain.
Itulah sebab mengapa orang mudah tersinggung, marah, banyak prasangka. Serta gampang sekali bermusuhan. Orang yang demikian, biasanya dalam keadaan lupa kepada niatnya. Karena itu tak mudah langsung ingat kepada Allah.
Prinsip Sukses
Agus akan tetap sukses kalau dia kembali pada prinsip keberhasilan. Yakni takwa dan sabar (perhatikan ayat ke-90 Surah Yusuf).
Respon orang itu tidak penting, apalagi yang memang mengganggu. Tetapi kesediaan hati dan kesadaran untuk tetap dalam takwa dan sabar, itulah bahtera terbaik untuk sampai pada keberhasilan.
Dalam kata yang lain, jadilah pribadi yang teguh. Sadarilah bahwa prinsip sukses bukan soal bagaimana orang menerima atau menolak ide, upaya atau pun kebaikan yang kita berikan.
Sebaik-baik kemenangan adalah yang datang dari Allah. Dan, Allah menyebut orang yang menang itu adalah orang yang menerima balasan kelak pada hari Kiamat, karena kesabaran kita dalam menjalani hidup di dunia yang fana ini.
“Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang.” (QS. Al-Mu’minun: 111).
Seandainya Agus mengerti kandungan ayat itu, ia akan tetap rajin, bersemangat dan terus mau kontributif. Itulah kesabaran yang ia butuhkan. Supaya kelak ia menjadi pribadi yang menang.
Pribadi yang kalah biasanya sedari kecil memang gampang lemah, rentan lengah dan mudah menyerah.*