Matahari masih malu-malu menampakkan diri pagi itu (18/8/22). Saya dan 72 teman dari seluruh Indonesia telah menyiapkan diri menyimak kajian penting bersama Ustadz DR. Ir. Aziz Qahar Muzakkar,M.Si secara daring. Satu bahasan pentingnya iaalah perihal bagaimana kita menjawab tantangan peradaban.
Menurut pria yang pernah menjadi senator itu hari ini dunia dalam kondisi tanpa adanya negara super power. Hal itu terlihat dari terjadinya perang Rusia-Ukraina.
Baca Juga: Timing Kemenangan Peradaban
Jika masih ada super power, tentu dengan mudah perang itu dikondisikan sedemikian rupa. Katakanlah Amerika Serikat. Sampai detik ini tidak ada satu pun negara yang mampu memengaruhi pemimpin Rusia maupun Ukraina untuk tunduk pada satu “kehendak” negara manapun.
Dalam pengertian yang lain, dunia sedang mengalami pengocokan ulang dari sisi peradaban. Sayangnya Indonesia belum mampu tampil sebagai pioner perdamaian dunia. Belakangan malah bangsa ini ribut soal Sambo.
Realitas
Dalam realitas kita bisa melihat secara jelas betapa kapitalisme dan liberalisme telah gagap menghadapi beragam kejadian yang belakangan terjadi dan terus berkembang.
Dunia bahkan kini berhadapan dengan tantangan krisis pangan nyata. Terlebih ketika perang Rusia-Ukraina berlangsung. Pasokan rantai makanan terganggu. Sangat mungkin kelangkaan pangan juga akan melanda dunia.
Sisi lain seperti disampaikan oleh Abdul Mu’ti dalam tulisannya “Hijrah Ekologis” bahwa para ahli lingkungan hidup telah membuat prediksi bahwa pada tahun 2100 suhu dunia akan naik lima derajat Celcius.
Artinya jika itu terjadi, bongkahan es di kutub utara mencair. Konsekuensinya permukaan air laut meningkat. Beberapa wilayah akan mengalami banjir abadi. Kadar garam dalam air tanah juga meningkat. Dan, tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik. Itu berarti dunia dalam ancaman kelaparan serius.
Pertanyaannya apakah sudah ada orang Islam dari kalangan intelektual, ilmuwan atau pun cendekiawan bahkan ulama yang memiliki konsep untuk menjawab tantangan-tantangan itu?
Oleh karena itu, Ustadz Aziz QM mendorong agar kaum muda Muslim segera melakukan yang namanya transformasi militansi dengan bersegera memahami beragam ilmu dan teknologi, agar Islam dapat hadir menawarkan solusi atas ancaman serius yang melanda peradaban dunia sekarang.
Meng-energi-kan Bacaan Alquran
Salah satu cara menjawab tantangan peradaban itu adalah dengan melakukan upaya konkret berupa kesungguhan untuk menjadikan hasil bacaan Alquran sebagai energi nyata dalam kehidupan untuk suatu perubahan.
Misalnya, kita memahami bahwa untuk membangun peradaban kita butuh figur pemimpin, maka pembangunan kualitas manusia yang benar-benar unggul harus diupayakan. Kualitas yang tidak semata intelektual tetapi juga emosional dan spiritual.
Dalam sejarah kita memahami bahwa kepemimpinan yang paling penting ialah yang menyadari dan mementingkan proses membangun kualitas manusia. Oleh karena itu umat Islam harus benar-benar unggul dari sisi pendidikan. Karena itulah induk dari kunci kemajuan dan keunggulan peradaban.
Belakangan orang sangat menyadari bahwa pendidikan harus meliputi skill, tetapi juga karakter kuat, kadaban dan profesionalisme-profetik. Dalam bahasa singkatnya, iman dan takwa.
Dalam realitasnya, praktik pelanggaran dan penyimpangan yang terus terjadi ternyata dilakukan oleh orang yang sangat memahami apa itu hukum, ekonomi, keadilan dan sebagainya.
Baca Lagi: Menjadi Pemuda Penegak Peradaban
Dari sini kita bisa memahami bahwa upaya paling penting dalam rangka mengenergikan bacaan Alquran adalah membangun kekuatan akhlak dalam diri kaum Muslimin. Akhlak adalah penentu kemajuan, kemenangan, keunggulan dan kemaslahatan.
Bukankah amat terang, bahwa rusaknya peradaban dunia sekarang bukan karena kurangnya orang pintar dan terampil? Tetapi karena sedikitnya orang yang pintar dan terampil mau hidup dengan akhlakul karimah.
Dan, seperti paparan Ustadz Aziz, itu butuh militansi. Militansi dalam bentuk kesungguhan menguasai sains dan teknologi, sebagaimana para ulama dan saintis Muslim dahulu meneladankan kepada kita semua.*