Di tengah hiruk-pikuk zaman modern, pemimpin sering kali bagai kapal tanpa kompas. Sikapnya selalu gagap dan gugup. Masalah yang kian kompleks membuat mereka kehilangan arah dan solusi. Bahasanya selalu keluhan dan melempar kesalahan kepada orang lain. Pemimpin kok gitu? Bahasa anak Gen-Z.
Padahal, di ujung lorong sejarah, ada cahaya terang yang bisa menjadi pemandu. Tapi yang bisa menjangkau itu hanya sosok pemimpin yang terampil membaca. Bukan buta akan nasib sesama, sehingga hanya bisa berharap dirinya sendiri yang baik-baik saja.
Mengapa mereka tidak menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai teladan dalam memimpin.
Bukankah putra Abdullah itu adalah mercusuar bagi para pemimpin dunia?
Pemimpin Sukses
Dalam buku “100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia Sepanjang Sejarah”, Michael H. Hart menegaskan hal ini.
Beliau menyebut Nabi Muhammad sebagai satu-satunya manusia yang sukses dalam dua dimensi: agama dan duniawi.
Bayangkan, seperti pohon besar yang akarnya kuat di bumi, namun cabangnya menjulang tinggi ke langit.
Nabi Muhammad SAW tidak hanya memimpin urusan spiritual, tetapi juga politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Namun, mengapa banyak politisi masih enggan meneladani beliau SAW dalam membuat kebijakan?
Bukankah sudah banyak fakta berbicara, orang yang memilih mencuri menjadi narapidana tindak pidana korupsi. Kurangkah pelajaran, orang yang menjabat jatuh terhina karena tidak mengedepankan kejujuran dan keadilan. Tidakkah mereka cukup memahami fakta demi fakta yang seperti itu.
Siapa yang Kita Ikuti
Seperti kata filosofi China, “Jika kamu ingin melihat masa depanmu, lihatlah siapa yang kamu ikuti hari ini.”
Pemimpin yang gagal meneladani teladan terbaik akan membawa bangsa menuju jurang kehancuran.
Indonesia butuh pemimpin yang mampu menggenggam nilai-nilai kejujuran, seperti Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana pepatah China lainnya, “Air yang jernih berasal dari sumber yang bersih.”
Tanpa kejujuran, semua usaha dan kebijakan hanya akan menjadi racun bagi rakyat. Korupsi, manipulasi, dan kepentingan pribadi adalah penyakit yang merusak kepercayaan publik.
Pemimpin Hebat
Pemimpin hebat bukanlah mereka yang berkuasa dengan paksa.
Mereka adalah person yang dipercaya rakyat karena ketulusan dan keadilan. Seperti pelita di kegelapan, pemimpin harus menerangi jalan bagi orang lain.
Ia harus mampu seperti lampu yang memendarkan cahaya. Karena itu pemimpin butuh sumber energi yang sejati, untuk memasok aliran listrik yang penuh tenaga dan tak pernah sirna.
Untuk itu, mari kita renungkan: “Kejujuran adalah fondasi kepemimpinan; tanpanya, segala sesuatu akan runtuh.”
Baca Juga: Pemimpin itu Mampu Merasakan
Jika kita ingin menjadi pemimpin yang dihormati, mulailah dengan jujur pada diri sendiri. Satu langkah kecil menuju kejujuran bisa menjadi awal perubahan besar bagi bangsa.
Ingatlah, “Pemimpin yang baik adalah cermin bagi rakyatnya.”
Integritas
Dengan demikian, terang bagi kita, betapa pentingnya seorang pemimpin berintegritas dalam mengarungi lautan zaman yang kerap dihantui oleh bayang-bayang korupsi.
Dengan keteguhan hati dan kejernihan nilai, ia tak hanya mampu memerangi korupsi, tetapi juga menabur benih-benih keadilan di setiap sudut sektor kehidupan.
Di bawah naungan kepemimpinan seperti itu, masyarakat perlahan mulai merasakan embusan angin keadilan yang lebih merata, seolah-olah matahari pagi menyentuh setiap jengkal bumi tanpa pandang bulu.
Kejujuran pun tumbuh menjadi norma yang tak lagi asing, melainkan bagian dari napas pengambilan keputusan.
Dalam suasana demikian, lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan pun tercipta, seakan alam semesta ikut bersaksi bahwa integritas adalah fondasi bagi dunia yang lebih baik.
Jadi, saatnya kita jadikan Nabi Muhammad SAW sebagai panutan dalam setiap langkah kepemimpinan kita. Karena hanya dengan meneladani yang terbaik, kita bisa menciptakan yang terbaik untuk Indonesia.
Jangan salah kaprah, Indonesia akan rusak dengan banyaknya koruptor dan pengkhianat.
Indonesia akan semakin baik kalau kita semua mulai menyadari bahwa sebagai individu kita bersepakat menjadi pribadi yang lebih baik. Meski dengan cara yang perlahan-lahan.
Seperti nasihat sahabat Nabi SAW, Ali bin Abi Thalib ra yang penting bagi kita. ”Barang siapa diangkat atau mengangkat dirinya sebagai pemimpin, hendaklah ia mulai mengajari dirinya sebelum mengajari orang lain.”*