Sore yang sejuk seputaran Jakarta memberikan energi anyar bagiku. Pertemuan dengan Fahd Pahdepie telah menambah terang watt pikiranku untuk lebih kuat menyerap makna dari kehidupan ini. Begitupun yang teman-temanku rasakan. Mulai dari Bang Muzakkir, Bang Roy, Bang Amin dan Bang Ewin.
Akibatnya pasti, semakin terang nyala pikiranku, semakin mudah melihat dan memahami substansi hidup, jalur perjuangan dan tentu saja mendaki jalan menuju kreativitas.
Dan, kalimat dari Pahdepie yang sangat menarik bagiku adalah kita harus menyerahkan urusan-urusan masa depan kepada generasinya, anak muda, yang memang siap menjawab segala tantangan yang ada.
Tanpa harus kehilangan hormat kepada senior, kita memang harus siap menjawab tantangan yang ada. Karena zaman ini harus dijawab oleh generasinya sendiri.
Menulis
Kegiatan paling menyenangkan Fahd Pahdepie adalah belajar menulis. Satu dekade ia telah belajar menulis kala itu.
Dalam bukunya “Muda Berkarya Karyaraya” Pahdepie menceritakan secuil perjalanannya sebagai penulis.
“Bedanya, kini saya sudah tumbuh menjadi seorang penulis yang berbeda: tak lagi menulis untuk lomba, untuk hadiah, untuk tepuk tangan, bahkan bukan untuk siapa-siapa termasuk dewan juri,” katanya.
“Saya menulis untuk bercerita, untuk mengubah hidup menjadi “bios”, seperti kata Wilhelm Dilthey, bukan sekadar hidup biologis saja, bukan sakadar ‘zoe'”.
Baca Lagi: Hidup itu Datar, Bermakna dengan Tanggung Jawab
Ungkapan itu saya baca dalam perjalanan Kebayoran Lama – Depok. Mengingatkanku akan pesan seorang guru. “Tekunlah menulis, sampai dunia mengingat kata-katamu yang telah jadi milik dan karakter siapapun yang membaca.
Beri Makna
Fahd Pahdepie kemudian menulis soal kita penting memberi makna bagi diri untuk semua.
“Jika kita berhasil memberi makna pada hidup, kita bisa menghentikan waktu. Hidup kita tak diperbudak oleh durasinya.”
Saya teringat akan klasifikasi manusia menurut Hannah Arendt, bahwa manusia tingkat pertama adalah sebagai labor. Hidup sebatas bekerja dan tidak peduli pada apa yang lain. Karena realitanya manusia butuh makan.
Namun, Buya Hamka memberikan perspektif lebih dalam bahwa hidup jangan hanya soal kerja. Kalau sebatas kerja, kerbau di sawah juga bekerja.
Sebuah pesan bahwa hidup kita memang harus memberi makna. Simpelnya, kalau Nabi Yusuf sebagai pemuda punya cerita. Kemudian Nabi Muhammad SAW punya kisah hebat, lalu apa cerita apa yang akan kita berikan kepada dunia.
Seperti kata Bagus Muljadi yang belakangan viral di Youtube, kalau besok saya tidak ada, apa yang membuat dunia masih perlu mengingat diri saya.
Fahd Pahdepie, kini seorang CEO dari media online besar Tanah Air, inilah.com. Ia juga lulusan Hubungan Internasional dari Monash University, Australia, dikenal sebagai penulis, pengusaha, dan aktivis. Prestasinya diakui dunia internasional dengan meraih penghargaan Outstanding Young Alumnus pada tahun 2017.
Terimakasih Mas Fahd Pahdepie yang telah menerima saya dan teman-teman. Bahkan memberikan kami bekal buku-buku hasil pemikirannya yang selain bergizi juga sarat makna.*