Semakin umur bertambah, kebanyakan orang semakin malas berbenah. Alasannya simpel, ia sudah lama hidup dan seakan tahu segalanya. Akibatnya rasa ingin tahu (curiosity) rendah. Lalu bagaimana cara kita meningkatkannya?
Sebelum ke jawaban, saya ingin menyampaikan sedikit fakta.
Suatu hari seorang teman mengabarkan ke seorang senior bahwa ia bertemu si A yang kini begitu dan begini.
Sang senior tanpa bernafas langsung menjawab. Si A itu begitu-begitu dan begini-begini. Jadi alih-alih meresapi informasi yang ia dapat, langsung ia memberikan vonis terhadap juniornya sendiri.
Lama saya berpikir, mengapa begitu? Salah satu jawabannya mungkin sudah tak lagi merasa ingin tahu. Akhirnya merasa serba tahu. Buruknya sikap itu, menganggap junior tak perlu memberi informasi.
Kunci
Rasa ingin tahu adalah kunci untuk membuka pintu pengetahuan dan kebijaksanaan.
Apalagi di era digital, di mana informasi begitu mudah diakses, rasa ingin tahu yang tinggi akan mendorong kita untuk terus belajar dan mengembangkan diri.
Baca Juga: Membaca itu Tidak Sulit, Asal Tahu Caranya
Tidak akan muncul sikap yang berlandaskan pada perasaan lebih tahu, jika seseorang benar-benar haus ilmu.
Supaya kita selamat dari rasa puas, merasa cukup hebat dan memandang pandangan orang lain dengan rendah. Apalagi kalau memandang junior, selalu dinilai tidak tepat, kita harus menyadari bahwa belajar adalah proses tanpa henti.
Dunia selalu penuh dengan warna dan hal-hal baru. Kita jangan merasa “cukup tahu”.
Kalau kita mau terbuka, maka kita akan mudah berdiskusi tentang ide dan gagasan. Kita akan tertarik terus meluangkan waktu untuk membaca, memperdalam ilmu dan berkarya.
Gas Lagi
Pada usia 30-40 tahun, rasa ingin tahu (curiosity) mungkin melemah, redup dan rendah. Biasanya karena rutinitas dan tanggung jawab. Namun, kita tak boleh menyerah, harus ada upaya untuk gas lagi.
Salah satu caranya adalah dengan menumbuhkan semangat menggali apapun secara lebih mendalam.
Misalnya, jika ada topik yang menarik perhatian kita, maka cari tahu lebih banyak tentangnya melalui buku, internet, atau bertanya pada ahlinya, meski dengan melihat dari Youtube.
Saya mendapati bahasan makna dari Bagus Muljadi. Saya pun menelusuri dalam sejarah, ketemulah Bung Karno. Ia rela menderita dan menjadi tahanan Belanda karena satu cita-cita untuk hidup penuh makna, Indonesia merdeka.
Satu hal lain yang juga akan sangat efektif adalah melindungi diri dari distraksi.
Matikan notifikasi di ponsel kita dan luangkan waktu untuk benar-benar fokus pada apa yang kita lakukan. Beberapa teman saya memahami kalau saya lama membalas WA, kemungkinan dua. Pertama, saya sedang dalam perjalanan. Kedua sedang aktif menulis.*