Home Opini Menilik Cara Prabowo Antisipasi Gelombang PHK, Efektifkah?
Badai PHK

Menilik Cara Prabowo Antisipasi Gelombang PHK, Efektifkah?

by Imam Nawawi

Majalah Tempo edisi 13 April 2025 menyoroti kondisi ekonomi Indonesia yang semakin memprihatinkan selama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Penerimaan pajak jeblok, utang membengkak, dan daya beli masyarakat merosot tajam. Situasi ini diperparah oleh perang dagang global yang dipicu kebijakan tarif impor tinggi dari Amerika Serikat (AS). Dalam situasi genting ini, langkah pemerintah membentuk Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) menjadi sorotan publik.

Tentu saja itu upaya serius pemerintah dalam mengantisipasi potensi badai PHK yang mengancam stabilitas sosial dan ekonomi.

Namun, pertanyaannya: apakah langkah ini cukup efektif? Ataukah hanya sekadar retorika tanpa solusi mendasar? Tapi kita bisa menilai, Prabowo mendorong adanya sebuah respon. Dalam kata yang lain, Prabowo tahu langkah yang harus dijalankan oleh pemerintahannya.

Badai PHK dan Ancaman Besar bagi Ekonomi Nasional

PHK massal bukan sekadar masalah ketenagakerjaan, tetapi juga ancaman serius bagi fondasi ekonomi negara. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun-tahun sebelumnya, setiap kali terjadi gelombang PHK besar-besaran, beban fiskal negara meningkat signifikan. Contohnya, saat pandemi COVID-19 melanda, anggaran bantuan sosial dan program penanggulangan pengangguran membengkak hingga mencapai Rp 203,9 triliun pada tahun 2020. Angka ini hampir setara dengan 7% dari total APBN saat itu.

Jika badai PHK kembali melanda, dampaknya tidak hanya terbatas pada lonjakan pengangguran. Daya beli masyarakat akan runtuh, konsumsi domestik melemah, dan bisnis lokal akan kesulitan bertahan.

Akibatnya, penerimaan pajak seperti PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPh (Pajak Penghasilan) akan terpukul. Fakta ini pernah terbukti pada tahun 2022, ketika penerimaan pajak turun 5,6% secara tahunan akibat perlambatan ekonomi global dan tekanan inflasi.

Yang lebih mengkhawatirkan adalah risiko ketidakstabilan sosial dan politik. Ketika masyarakat kehilangan pekerjaan, frustrasi kolektif bisa memicu demonstrasi massal, protes jalanan, bahkan konflik horizontal.

Sejarah mencatat, krisis moneter 1998 di Indonesia berawal dari gelombang PHK besar-besaran yang menyulut amukan massa dan mengguncang stabilitas pemerintahan. Jika hal serupa terjadi di era Prabowo, apakah kepemimpinannya mampu bertahan? Prabowo pasti tengah memikirkan hal itu. Jangan sampai rakyat mengalami kesulitan yang melilit semua sisi.

Satgas PHK: Solusi Sederhana atau Langkah Strategis?

Dalam Sarasehan Ekonomi di Jakarta pada Selasa (8/3/2025), Presiden Prabowo meminta pembentukan Satgas PHK sebagai respons cepat atas ancaman PHK massal. Ide ini kemudian dijabarkan lebih lanjut oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang menyebut pendekatan ini sebagai “low-hanging fruit” (peluang yang mudah diraih) untuk meredam dampak buruk ekonomi global.

Namun, apakah Satgas PHK benar-benar solusi strategis? Atau hanya langkah sementara yang tidak menyentuh akar masalah?

Satgas PHK memang memiliki potensi positif jika dikelola dengan baik. Dengan melibatkan serikat pekerja, akademisi, dan pemangku kepentingan lain, satgas ini dapat merumuskan kebijakan yang lebih inklusif dan berbasis data.

Misalnya, satgas bisa mempercepat penyaluran bantuan pelatihan kerja dan reskilling bagi pekerja yang terdampak PHK, sehingga mereka dapat kembali produktif dalam waktu singkat. Program serupa pernah dilakukan di Jerman melalui skema Kurzarbeit, yang berhasil menjaga tingkat pengangguran tetap rendah meskipun ada krisis ekonomi.

Namun, tantangannya adalah implementasi. Di Indonesia, koordinasi lintas kementerian sering kali terhambat oleh ego sektoral dan kurangnya sinkronisasi kebijakan. Jika Satgas PHK tidak didukung oleh komitmen kuat dari semua pihak, maka keberadaannya hanya akan menjadi formalitas tanpa dampak nyata.

Prabowo Harus Lebih Berani dan Visioner

Untuk menghadapi badai PHK yang membayangi, Prabowo harus lebih berani dan visioner dalam mengambil langkah-langkah strategis. Pembentukan Satgas PHK adalah langkah awal yang baik, tetapi tidak cukup jika tidak diimbangi dengan kebijakan makroekonomi yang mumpuni. Berikut beberapa rekomendasi konkret:

1. Perbaiki Struktur Ekonomi Domestik

Ketergantungan Indonesia pada ekspor komoditas mentah dan impor barang jadi harus benar-benar negara kurangi. Pemerintah perlu mendorong industrialisasi dalam negeri melalui insentif pajak dan kemudahan investasi bagi industri manufaktur. Tanpa penguatan struktur ekonomi domestik, Indonesia akan terus rentan terhadap gejolak global.

2. Tingkatkan Daya Saing SDM

Krisis PHK sering kali terjadi karena ketidaksesuaian antara keterampilan tenaga kerja dengan kebutuhan pasar. Pemerintah harus mempercepat program pelatihan vokasi dan reskilling, bekerja sama dengan dunia usaha dan perguruan tinggi. Negara-negara seperti Korea Selatan dan Singapura telah membuktikan bahwa peningkatan kualitas SDM adalah kunci untuk bertahan di tengah persaingan global.

3. Perkuat Perlindungan Sosial

Program bantuan sosial seperti BLT dan subsidi harus lebih terarah dan tepat sasaran. Pemerintah dapat memanfaatkan teknologi digital untuk memastikan bantuan sampai kepada kelompok masyarakat yang paling rentan. Selain itu, perluasan cakupan BPJS Ketenagakerjaan juga penting untuk memberikan perlindungan bagi pekerja informal.

4. Kurangi Ketergantungan pada Utang Luar Negeri

Utang luar negeri yang membengkak menjadi beban tambahan bagi APBN. Pemerintah harus mencari alternatif pendanaan melalui reformasi perpajakan dan optimalisasi aset negara. Tanpa langkah ini, ruang fiskal untuk menangani krisis sosial akan semakin sempit.

Rakyat Butuh Aksi Nyata, Bukan Sekadar Wacana

Langkah Prabowo membentuk Satgas PHK patut rakyat apresiasi sebagai upaya untuk merespons ancaman PHK massal. Namun, langkah ini tidak boleh menjadi satu-satunya solusi. Untuk menghadapi badai PHK yang mengancam, sangat penting adanya kombinasi kebijakan makroekonomi yang kuat, peningkatan daya saing SDM, serta perlindungan sosial yang komprehensif.

Rakyat butuh aksi nyata, bukan sekadar wacana. Prabowo harus membuktikan bahwa ia tidak hanya peduli pada stabilitas politik, tetapi juga pada kesejahteraan rakyat. Jika tidak, badai PHK yang sedang membayangi ini bisa menjadi titik balik yang menggoyahkan fondasi pemerintahannya.

Sekarang masanya memberikan bukti. Bahwa “Cinta kepada rakyat” bukanlah sekadar slogan. Ia harus tercermin dalam kebijakan yang adil, transparan, dan berorientasi pada kepentingan umum.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment