Seseorang dengan kekayaan miliknya, mungkin bisa melangkahkan kaki kemana saja. Tetapi seorang pegiat dakwah, hatinya akan berbahagia apabila ia mendapat kesempatan dari Allah Ta’ala melangkah untuk perjalanan dakwah. Karena perjalanan dakwah memang sangat nikmat.
Nikmat bukan karena sajian kesenangan ragawi. Melainkan karena ada rasa persaudaraan yang begitu cepat terhubung walau pun belum saling kenal sebelumnya.
Nikmat bukan karena setiap tiba di tujuan bisa melihat tempat wisata. Nikmat karena menu yang biasa menjadi sangat lezat karena kuatnya rasa bersaudara satu sama lain.
Baca Juga: Menggali Mutiara Hidup dari M. Natsir dan Abdullah Said
Dakwah memang tidak mensyaratkan uang melimpah. Dakwah memanggil jiwa yang ingin hidupnya bermakna dan berarti walau hanya sebatas butiran pasir dalam jalan panjang peradaban mulia ini.
Impian seorang pegiat dakwah sederhana namun tidak mudah semua manusia mencernanya, yaitu lahirnya pegiat dakwah, pemimpin dan pencerah masa depan umat.
Buras dan Rendang
Menikmati perjalanan dakwah adalah satu kalimat yang baru saja saya dan teman-teman Pengurus Pusat Pemuda Hidayatullah rasakan.
Rute perjalanan dakwah kali ini dari Jakarta, Lampung, Palembang, Jambi dan Kota Bengkulu, Curup dan kemudian kembali ke Jakarta.
Sebagai langkah untuk menghemat perjalanan maka kami membawa bekal. Bekalnya adalah buras dan rendang. Bekal makanan ala Bugis dan Padang ini cukup membantu kami mampu menegakkan badan hingga 3 hari perjalanan. Lumayan.
Buras langsung kami santap saat menyeberang dari Merak ke Bakauheni. Sesaat sebelum tiba di Manggala. Kemudian kala perjalanan Palembang-Jambi. Sebuah perjalanan yang begitu panjang kami rasakan.
Bayangka dari matahari pagi sampai matahari sore bahkan tenggelam, mobil yang kami kendarai belum sampai-sampai ke Kota Jambi. Subhanallah.
Panjang dan Berliku
Perjalanan dakwah ke 4 provinsi di Sumatera Bagian Selatan itu memang tidak pendek. Walau hanya empat provinsi, Lampung, Sumsel, Jambi dan Bengkulu.
Jarak untuk membelah pulau sumatera yang menghubungkan Bengkulu dengan Palembang saja harus memakan waktu 12-16 jam.
Dalam situasi itu seorang teman berkata, tidak sebentar memang perjalanan ini.
Saya pun mengajak teman-teman berimajinasi perihal bagaimana dahulu pegiat dakwah hanya dnegan modal kuda dan jalanan yang belum tentu jalan tetap tekun bergerak dalam dakwah.
Semua terdiam dan suasana menjadi hening. Sungguh kalau hari ini kita merasakan bahwa perjalanan dakwah ini lelah dan melelahkan, maka sadarlah sebelum kita tidak terhitung jumlahnya dai, mujahid dan pahlawan bangsa yang keluar masuk hutan untuk mencerdaskan umat manusia dengan dakwah.
Baca Lagi: Jadilah Top Skor Kebaikan
Pada akhirnya kami menikmati perjalanan dakwah ini bukan karena telah usai. Tetapi perjalanan dakwah tidaka akan pernah kenal henti.
Ada bentangan tantangn tidak ringan. Tetapi dengan modal iman, kita akan arungi itu semua.
Bahkan semoga Allah mampukan kita hadirkan penerus dakwah yang jauh lebih tangguh dari kami.*