Mas Imam Nawawi

- Hikmah

Mengingat, Memaknai dan Menjalani, Rumus Utama Hidup Kaya Hikmah

Tiga kata itu: mengingat, memaknai dan menjalani, sempat saya sampaikan kepada dua teman perjalanan ke tiga titik di Jawa Barat. Mengapa, begitu kan, selanjutnya? Berapa sering kita bertemu orang, berbincang dengan teman dan bahkan ahli. Tapi setelah itu tak ada lagi yang bisa kita ingat dari semua itu. Dampak dari hal itu, kita tidak bisa […]

Mengingat, Memaknai, Menjalani

Tiga kata itu: mengingat, memaknai dan menjalani, sempat saya sampaikan kepada dua teman perjalanan ke tiga titik di Jawa Barat. Mengapa, begitu kan, selanjutnya?

Berapa sering kita bertemu orang, berbincang dengan teman dan bahkan ahli. Tapi setelah itu tak ada lagi yang bisa kita ingat dari semua itu.

Dampak dari hal itu, kita tidak bisa punya rencana. Tak memiliki kesiapan menyusun langkah lebih baik. Hal ini karena mengingat sama seperti orang mau masak. Ia tak cukup hanya memiliki peralatan masak yang canggih. Lebih dulu ia harus punya bahan untuk dimasak. Bahan memasak dalam hidup adalah semua hal yang kita ingat, kita pahami dan kita pelajari.

Memaknai: Lebih dari Sekadar Ingatan

Jadi, penting sekali bukan mengingat itu? Walakin, urusan belum selesai. Kita harus melangkah lagi, yaitu mampu memaknai.

Setelah kita berhasil mengingat bahan-bahan, langkah selanjutnya adalah memaknai.

Memaknai bukan hanya sekadar mengulang apa yang telah teringat, melainkan sebuah proses internalisasi yang mendalam.

Ibarat seorang koki yang tak hanya punya bahan, tetapi juga memahami esensi setiap bumbu, mengetahui karakteristik setiap bahan, dan membayangkan rasa akhir hidangan.

Ini adalah tentang mengaitkan informasi yang kita ingat dengan pengalaman pribadi, nilai-nilai, atau bahkan tujuan hidup kita.

Tanpa proses memaknai, ingatan hanya akan menjadi serangkaian data tanpa jiwa. Itu yang sekarang banyak kita temukan dalam tulisan ahli dan pemikiran pakar di media.

Kita seperti membuka kamus yang berisi kata-kata tetapi tidak bisa merangkai cerita.

Dampaknya, kita akan kesulitan melihat relevansi dari apa yang kita ingat, sehingga gagasan-gagasan besar pun akan terasa hambar dan tidak menginspirasi.

Menjalani: Aksi Nyata dari Pemahaman

Apabila kita telah sukses memaknai apa yang kita ingat, maka tibalah saatnya untuk menjalani. Menjalani adalah tahap implementasi, di mana pemahaman dan makna yang telah kita serap diwujudkan dalam tindakan nyata.

Koki yang telah mengingat bahan dan memaknai resep kini mulai memasak, meracik bumbu, mengolah bahan, hingga tercipta hidangan yang lezat.

Dalam konteks hidup, ini berarti menerapkan pelajaran dari pertemuan, percakapan, atau ilmu yang kita dapatkan. Jika kita hanya mengingat dan memaknai tanpa menjalani, maka semua itu akan berakhir sia-sia, seperti resep masakan paling sempurna yang hanya tersimpan di buku tanpa pernah dicicipi.

Menjalani adalah jembatan yang menghubungkan teori dengan praktik, gagasan dengan realitas, dan mimpi dengan pencapaian. Itulah hijrah dalam Islam.

Dengan demikian, siklus mengingat, memaknai, dan menjalani menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan.

Ketiganya bekerja sama membentuk sebuah proses pembelajaran dan pertumbuhan yang utuh.

Mengingat menyediakan bahan, memaknai memberikan pemahaman dan tujuan, sementara menjalani mewujudkan semua itu menjadi pengalaman dan kemajuan konkret.

Tanpa salah satunya, proses ini akan pincang. Kita tidak hanya ingin memiliki memori yang kuat, tetapi juga hati yang memahami dan tangan yang mampu bertindak, sehingga setiap pertemuan, setiap percakapan, dan setiap pengetahuan yang kita peroleh benar-benar memberikan dampak positif dalam hidup kita.

Sebelum kita berpisah dari bahasan ini, coba ingat, apa ungkapan terbaik yang terekam dalam memori sepanjang hari ini. Kalau ada, segera maknai. Jika berhasil, jadikan itu alur hidup yang kita jalani. Temukan nikmatnya dengan segera.*

Mas Imam Nawawi

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *