Seiring dengan semakin canggihnya teknologi, manusia modern umumnya justru seringkali melupakan keberadaan Allah. Karena setiap saat terbiasa melihat hukum mekanik yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari.
Sampai lupa bahwa hukum mekanik itu tidak hadir dengan sendirinya, ada yang menciptakan. Itulah Allah SWT.
Seperti renungan Gus Baha, kenapa kita hidup. Orang bilang karena makan. Kalau begitu puasa kan harusnya mendekatkan manusia pada kematian!
Termasuk kenapa kita hidup. Orang menjawab karena ada jantung, karena ada paru-paru. Loh, bukannya orang yang meninggal dunia masih ada paru-paru dan jantungnya. Semua itu membuat orang umumnya lupa akan “kerja-kerja” Allah SWT.
Banyak orang beranggapan bahwa rezeki hanya bisa diperoleh melalui pekerjaan formal. Padahal, kesuksesan dalam bekerja tidak hanya ditentukan oleh keterampilan, tetapi juga niat dan keikhlasan dalam beribadah.
Akibatnya kita lupa kepada Allah. Kalaupun ingat jadinya gerakan lisan saja, tidak atau kurang berdampak. Kalau ketemu masalah, hatinya tetap mudah rapuh dan lisannya mengeluh.
Mengingat Allah juga tidak berarti pasif atau menghabiskan banyak waktu dzikir di masjid. Islam itu agama yang nyata memberi petunjuk.
Jadi, bekerja pun nilainya ibadah. Tapi sayangnya banyak orang beranggapan kalau tidak bekerja (seperti dirinya bekerja) mustahil orang mendapatkan rezeki.
Saya kenal seorang pegiat literasi nasional, setiap hari ia sibuk dengan menghadiri berbagai macam undangan.
Tentu saja, usai pemaparan ia mendapatkan rezeki (uang). Dari luar, mungkin terlihat seperti ia tidak bekerja dalam artian formal.
Tapi jangan salah, sejak anak-anak ia telah membangun keahlian dengan membaca dan menulis.
Baca Juga: Bahagia Mengingat Allah, Begini Faktanya!
Jadi, kalau sekarang ia tidak masuk kantor dan ada dalam sebuah perusahaan tetap dapat rezeki, itu hasil perjuangan kerasnya selama ini.
Tenang
Orang yang mengingat Allah itu akan tenang. Tenang artinya ia tidak akan takjub pada orang yang kaya tapi cara mendapatkan hartanya dari jalan haram.
Jiwa yang selalu berdzikir tidak akan mudah terlena untuk melakukan hal-hal buruk demi mendapatkan kesenangan sesaat.
Orang yang baik, punya skill dan dia komitmen pada iman akan memilih kejujuran sebagai wujud ingat kepada Allah. Sebaliknya orang yang melupakan Allah, kecerdasannya sekalipun akan ia jadikan kuda untuk melakukan keburukan.
Orang yang terus melakukan keburukan, itulah jiwa yang tidak ingat kepada Allah.
Hatinya gelisah, jiwanya rapuh dan perilakunya selalu salah. Sadar akan kesalahan namun enggan berubah, tentu akan membuat hati gelisah, gundah dan tidak terarah, apalagi dapat barokah.
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS Ar-Ra’d: 28).
Artinya, siapa membiarkan perilakunya tetap buruk, selamanya ia akan gelisah.
Amalan
Bagaimana cara mengingat Allah? Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mendorong kita banyak beramal. Seperti, membaca Alquran, berdzikir, berdoa dan terus berbuat baik.
Syaikh Yusuf Qaradhawi mendorong kita untuk bisa mengintegrasikan antara ilmu dan amal dalam ibadah, muamalah dan dakwah.
Dalam kata yang lain, mengingat Allah memang tidak lepas dari aktivitas spiritual. Selanjutnya akal atau intelektual harus menggali makna dan memahami sedalam-dalamnya.
Dengan cara itu, maka sistem kesadaran dalam diri akan semakin kokoh dan menegaskan satu hal, bahwa saya harus berbuat baik karena Allah saat ini, kapan dan dimanapun juga.
Jika itu menghujam ke dalam jiwa kita, maka menjadi Muslim yang berakhlak mulia akan terasa sebagai kebutuhan. Bukan lagi sebuah tali kekang yang membebani kehidupan.*