Sebagai manusia kadang diri ini lupa bahwa dunia dan kehidupan ini seutuhnya ada dalam genggaman Allah Ta’ala. Sekalipun diri sering membaca Alquran, seringkali tidak sadar bagaimana menghidupkan Alquran dalam kehidupan.
Seorang teman bertutur, “Mengapa dalam upaya membangun sistem, catatan dan kendala masa lalu seringkali tidak jadi perhatian, yang ada malah mengarah pada hal yang tidak substansi.”
Seorang teman lain mengisahkan, “Sebenarnya A itu bagus, loyalitasnya teruji, tetapi mengapa dia seakan dihambat dalam upaya bisa kontribusi lebih baik lagi.”
Baca Juga: Rumus Bahagia
Mungkin, kalau mau didaftar ada sekian banyak orang menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang kalau tidak mampu ia jawab dengan kekuatan tauhid justru akan mengguncangkan pikiran dan jiwanya sendiri.
Sebagai contoh, apakah di Indonesia ini kekurangan orang baik? Tetapi mengapa yang duduk di posisi penting negara banyak orang yang tidak kapabel dan kurang peka terhadap penderitaan rakyat. Dan, banyak lagi ungkapan lainnya.
Langkah Konkret
Di sinilah kita butuh menghidupkan Alquran, yang artinya tidak semata membaca, mempelajari dan memahaminya, tetapi juga tahu bagaimana petunjuk Alquran digunakan di dalam memandang realitas, problem dan termasuk di dalamnya membangun masyarakat.
“Kitab (Alquran) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.” (QS Shad [38]: 29).
Ash-Shabuni dalam Shafwatut Tafasir menjelaskan bahwa turunnya Alquran adalah agar diamalkan dan direnungkan. Tentu saja untuk bisa mengamalkan tahu bagaimana menerapkannya, termasuk dalam lingkup non ibadah, seperti memahami realitas, masalah dan lain sebagainya.
Kemudian, dikutiplah ungkapan Hasan Al-Bashri. “Demi Allah merenungkan Alquran bukanlah dengan menghafal hurufnya namun tidak mengindahkan hukum-hukumnya.”
Kemudian dilanjutkan oleh Hasan Al-Bashri, “Ada orang berkata, ‘Demi Allah aku sungguh membaca Alquran tanpa kurang satu hurufpun darinya.’
Padahal Allah menjatuhkan orang-orang itu seluruhnya karena tak ada pengaruh Alquran padanya sama sekali, baik budi pekerti maupun perbuatan.”
Jadi, ketika seorang Muslim bertemu dengan realitas yang ia merasa tidak sesuai dengan kaidah rasio, cenderung tidak adil dan boleh jadi dirinya dirugikan, maka langkah yang harus diambil adalah sabar, ikhlas dan tawakkal kepada Allah sembari terus melakukan yang terbaik karena Allah, bukan karena manusia atau pun pretensi materi dalam diri.
Tempaan Nabi dan Rasul
Kalau mau simpel memahami ini semua, Alquran mengisahkan kepada kita tentang kehidupan para Nabi dan Rasul.
Kurang apa Nabi Yusuf, ganteng, cerdas, dan berpengaruh. Tetapi mengapa rute hidupnya penuh dengan ujian?
Tidak lain karena Allah ingin menjadikan kehidupan Nabi Yusuf menjadi satu kehidupan yang indah dan menjadi pelajaran bagi umat akhir zaman.
Apakah pernah Nabi Yusuf mengeluh kemudian lari dari kenyataan? Tidak pernah!
Baca Lagi: Alquran dan Nalar Sehat
Jadi, mari jadikan Alquran yang kita baca dapat menjadi nasihat terbaik bagi diri dan sesama di dalam memandang kehidupan ini sesuai dengan yang Allah kehendaki.
Insha Allah begitu kesadaran ini hadir, seketika Allah akan berikan kekuatan di dalam diri bahwa hidup ini harus dijalani atas kehendak Allah. Jangan lupa, jangan lengah dan jangan marah. Karena semua itu bukan solusi menjadikan diri dapat terus menjadi lebih baik dalam pandangan-Nya. Allahu a’lam.*