Home Artikel Menghadirkan Pemimpin Sebenarnya
Menghadirkan Pemimpin Sebenarnya

Menghadirkan Pemimpin Sebenarnya

by Imam Nawawi

Menghadirkan pemimpin sebenarnya sangat mendesak bagi bangsa Indonesia. Mengingat belakangan banyak pemimpin tetapi ternyata dalam kendali pihak tak kasat mata.

Hari Senin ia mengatakan A. Belum empat kali berlalu Senin dalam bulan yang sama, perkataannya sudah berubah menjadi B.

Baca Juga: Senyum Membaca Kisah AR Baswedan

Rakyat tidak bisa apa-apa selain kecewa dan sebagian mungkin mengutuk, tetapi itu semua juga tidak mengubah apapun. Karena kuasa memang dia miliki dan rakyat tetap sama, tidak berdaya.

Konkret

Menghadirkan pemimpin yang sebenarnya butuh kesungguhan. Artinya bukan sebatas melihat realitas kepemimpinan hari ini, lalu melihat itu akan berubah kalau si A atau B memimpin pasti berubah.

Kita harus melihat mana pemimpin yang dalam realitas seperti ini pun tidak menjadikan aspek emosi rakyat, berupa kekecewaan dan ketidakpuasan sebagai penggerak pilihan.

Masyarakat harus mampu bersikap independen, jauh dari sikap sentimen, agama, ras dan suku. Tetapi akal sehatnya memang menyadari bahwa pemimpin itu adalah yang begini dan begitu.

Anggap saja yang sederhana, begini dan begitu berarti jujur, adil dan tidak menipu. Kalau berjanji ditepati, kalau punya program dibuktikan.

Nah, sejauh ini kita sama-sama mengetahui mungkin bahwa orang jadi pemimpin kerapkali bukan karena kapasitas dan kapabilitasnya, tetapi karena A, B dan C yang tidak substansial, seperti asal partai, kekayaan dan lain sebagainya.

Kasus Ketua DPRD Lumajang yang mengundurkan diri adalah satu fakta menarik untuk kita terus sadar bahwa tidak semua pejabat otomatis bisa memimpin, apalagi memimpin dengan sebenarnya hati nurani.

Bijaksana

Menarik penjelasan Buya Hamka tentang bijaksana dalam bukunya “Pribadi Hebat.”

Hamka menjelaskan bahwa hadirnya kebijaksanaan dalam diri seseorang adalah jika memiliki ilmu, ketetapan hati, dan mampu meletakkan sesuatu pada tempatnya. Kemudian mampu menilik sesuatu berdasarkan nilai atau derajatnya.

“Orang yang bijaksana tepat pendapatnya, jauh pandangannya, dan baik tafsirnya. Dia dapat memilih mana yang benar dan mana yang salah, memilih mana yang patut dikerjakan dan mana yang patut ditinggalkan. Ia pun kenal tempat dan waktu,” tegas Buya Hamka.

Baca Lagi: Nahkoda Visioner

Lebih jauh, “Jika menegakkan suatu hukum, ia tidak akan memasukkan pengaruh hawa nafsunya ke dalam keputusan. Tidak berudang di balik batu. Dia adil.”

Berdasarkan uraian itu, kita harus semakin menajamkan pikiran bahwa pemimpin yang sebenarnya harus kita ketahui, kita dukung, kita pilih dan kita kuatkan bersama.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment