Anton Surahmat di Kompas menulis opini, judulnya “Mengecoh Mata Pemilih Muda.” Ia mengaku sempat terpedaya oleh bagusnya sebuah foto hasil image editing. Beruntung ia mau sedikit usaha dan mencari di internet. Hasilnya, jauh panggang dari api. Ia bahkan mengambil kesimpulan, apakah iya demi menang harus “mengecoh” kaum muda.
Anton menuturkan, “Bermodal hasil penelusuran di internet, saya langsung kecewa tatkala mendapati identitas diri usia sesungguhnya terbukti berbeda jauh dari apa yang tampak di spanduk. Fakta yang mungkin tidak saja mematahkan kepercayaan saya (lagi) terhadap caleg, tetapi juga menguatkan asumsi pribadi saya bahwa mereka hanya peduli untuk menang, tidak peduli jika mesti mengakali calon konstituen.”
Namun pria yang merupakan Penata Penerbitan Ilmiah BRIN itu menilai semua itu karena memang belum ada regulasi yang mengatur perihal sejauh mana batasan orang boleh melakukan edit foto.
Baca Juga: Anak Muda Mulai Ogah Jadi Instrumen Politik Praktis, Kenapa?
Sehingga tidak ada editing secara berlebihan, yang hasilnya caleg bisa tampak jauh dari aslinya, menjadi ekstra cantik atau ekstra ganteng. Satu-satunya aturan yang jadi rujukan adalah UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 dan turunannya.
Pendekatan Cerdas
Caleg yang mengerti era digital, perilaku generasi milenial dan gen-Z, tentu tidak akan merasa pasang foto dengan “editing maksimal” sebagai jalan pamungkas untuk menggaet suara kaum muda, yang jumlahnya 55% dalam Pemilu nanti.
Tentu mereka akan turun, bertemu dan melakukan interaksi secara cerdas dan relevan. Dalam konteks ini, Anies dengan Desak Anies dan Cak Imin dengan Slepet merupakan satu pendekatan relevan mendekati kaum muda.
Calon presiden dan calon wakil presiden itu tidak terlalu terseret pada upaya menarik simpati kaum muda dengan desain grafis belaka, mulai font, warna dan grafik. Mereka fokus bertemu dan berinteraksi.
Bangun Isu
Lebih jauh caleg yang akan kaum muda lirik adalah yang punya muatan isu. Jadi tidak sekadar bisa menampilkan foto, apalagi di pinggir jalan, di batang pohon, yang itu semua, bagi sebagian orang justru merusak pemandangan.
Anak muda butuh apa, pendidikan, pekerjaan, lingkungan yang baik, kesehatan mental. Jadi kalau mau dipilih jangan cuma tampil foto, orangnya juga hadir, bersalaman, berbicara dan saling memberi respon.
Langkah-langkah itu penting, karena memang anak muda sekarang, walaupun sebagian besar banyak yang suka scrolling media sosial, tapi dari sana mereka punya kebiasaan bertanya secara kritis.
Baca Lagi: Muhasabah Politik Umat
Yang kalau ada caleg, ingin kaum muda memilihnya, tetapi tidak mau berinteraksi, ya, wassalam. Coba nanti kita lihat kemana suara kaum muda akan banyak tertuju?*