Home Kajian Utama Mengenal Siang dan Malam Menjadi Pribadi Hebat
Terlepas dari temuan sains yang menjawab secara rasional mengapa siang dan malam terjadi, Allah menghendaki manusia yang beriman mampu membangun perilaku

Mengenal Siang dan Malam Menjadi Pribadi Hebat

by Imam Nawawi

Sebagian orang sangat tahu soal siang dan malam. Tetapi apakah mereka telah memahami apa hakikat adanya siang dan malam yang terus datang silih berganti? Apa yang penting kita lakukan dalam siang dan malam? Apakah kita bisa jadi pribadi hebat dengan mengerti apa itu siang dan malam?

Saya bersyukur semalam sempat mendiskusikan soal siang dan malam dengan basis ayat ke-62 Surah Al-Furqan bersama anak-anak. Mungkin saja mereka tidak memahami penuh, tetapi boleh jadi mereka mulai terkesan soal siang dan malam.

Dalam tafsir Al-Mukhtashar, siang dan malam adalah tanda-tanda kebesaran Allah. Manusia yang mau memerhatikan, akan mungkin mendapat petunjuk. Bahkan lebih jauh orang yang ingin menjadikan siang dan malam bersyukur akan menjadi baik kehidupannya.

Secara sains, siang dan malam terjadi karena rotasi bumi. Sekali rotasi bumi memerlukan waktu 24 jam, yang kita kenal dengan 1 hari.

Bagi Indonesia yang berada dalam garis khatulistiwa, panjang siang dan malam bisa kita sebut konstan. Tetapi, bagi negara dengan lintang tinggi, panjang siang dan malam bervariasi, tergantung musim yang berlangsung.

Bangun Perilaku

Terlepas dari temuan sains yang menjawab secara rasional mengapa siang dan malam terjadi, Allah menghendaki manusia yang beriman mampu membangun perilaku. Perilaku itu jelas ada dua, yakni dzikir dan syukur.

Dzikir makna dalam konteks ayat itu adalah mengambil pelajaran. Artinya sepanjang siang dan malam ada headline kegiatan, menemukan hikmah, pelajaran dan kesadaran dari adanya siang dan malam.

Baca Lagi: Anak Muda Berdakwalah

Tidak heran kalau masa Islam bersinar terang hingga menembus Eropa, ilmuwan dari umat Islam banyak yang bersinar. Seperti Ibn Haytam yang menemukan dasar-dasar optik, hingga lahir kamera yang kita gunakan sekarang.

Kemudian Al-Jahiz yang memerhatikan bagaimana dunia hewan hidup, hanya yang kuat dalam adaptasi yang akan bertahan. Belakangan teori Al-Jahiz baru tampak, setelah sekian lama kita mengenal Darwin dengan teori evolusi. Padahal Al-Jahiz hidup 1000 tahun sebelum Darwin.

Perilaku utama itu adalah menjadi pembelajar. Sayang sekali kalau kemudian dalam hidup 24 jam, manusia tidak mau benar-benar mengambil pelajaran. Sedangkan Iqra’ adalah basis utama untuk kita bisa berkembang secara sikap dan perilaku.

Bangun Mental

Setelah membangun perilaku pembelajar, Allah dengan siang dan malam menghendaki manusia menjadi manusia yang punya mental syukur.

Bagaimana manusia tidak bersyukur, dengan siang dan malam itu manusia bisa tertata hidupnya.

Siang harus gemar mencari karunia Allah. Selanjutnya pada malam hari, gunakan waktu untuk istirahat. Termasuk istirahat bagi hati dengan bangung salat Tahajud. Demikian itu terkandung dalam Surah Al-Qashash: 73.

Mengapa syukur tidak terkait kaya dan miskin dalam konteks ayat itu? Karena Allah ingin kita sebagai manusia sadar, betapa Allah menyediakan kehidupan dunia ini dengan “fasilitas” yang sangat memadai untuk kita bisa mengenal kekuasaan Allah. Hidup dengan perilaku baik dan mental penuh syukur yang maksimal.

Lebih jauh, apakah masih ada nikmat hidup, ketika orang yang menumpuk harta tidak bisa tidur di malam hari. Tidak bisa bekerja di siang hari, karena harta melimpah. Apakah dia bahagia?

Sungguh orang-orang yang bahagia adalah yang mau dzikir dan syukur. Kalau mau menggunakan ungkapan Buya Hamka, pribadi itu adalah pribadi hebat.

Indikasinya jelas, ia punya kejujuran, keberanian, timbang rasa, daya tarik dan lain-lain. Lebih jauh ia juga mau dan sadar ingin bertanggung jawab, punya kesabaran, keuletan, keikhlasan dan kekuatan kemauan.

Itulah pribadi hebat, pribadi yang sadar akan kuasa Allah berupa pergantian siang dan malam.

“Saya ingin tekun memahami Alquran,” anakku memberikan kesan usai diskusi tentang siang dan malam itu. Saya tersenyum, bersyukur kepada-Nya, Alhamdulillah.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment