Imam Al-Mawardi sangat populer. Meski sebagian generasi muda mungkin belum banyak yang mengenalnya.
Nama lengkapnya adalah Abu Hasan Ali bin Muhammad. Sebutan Al-Maswardi dinisbatkan pada pekerjaan keluarganya yang ahli membuat maul waradi (air mawar).
Lahir di Basrah 364 H/ 972 M, kemudian wafat pada 450 H / 1058 M, lalu dimakamkan di Kota Al-Manshur, Baghdad.
Sejak kecil memang sangat rajin menuntut ilmu. Mulai dari ilmu Fiqh, Bahasa Arab, Hadits dan Tafsir.
Baca Juga: Penjelasan Anies Baswedan Tentang Pemimpin Masa Depan
Ketika dewasa Imam Al-Mawardi tampil sebagai duta diplomasi ulung, baik dari Bani Buwaih maupun duta diplomasi Khalifah Abbasiyah.
Sebagaimana ahli ilmu pada umumnya, Imam Al-Mawardi mengisi hidup dengan legacy yang luar biasa, terutama peninggalan berupa karya-karya kitab.
Ahkam Sulthaniyah
Satu karya monumentalnya adalah kitab “Ahkam Sulthoniyah” yang terjemahnya hukum-hukum kekuasaan.
Kitab itu mengulas perihal hukum-hukum ketatanegaraan dan otoritas keagamaan.
Dalam kitab itu ada 20 bab. Bab pertama tentang imamah (kepemimpinan). Kemudian bab ketujuh belas tentang iqtha’ (pemberian lahan milik negara).
Dalam buku ini, pemikiran dan gagasan Al-Mawardi tentang politik tersaji dengan begitu terang.
Bahkan ulasannya tidak saja bermanfaat pada masanya, tetapi terus bermanfaat sampai saat ini.
Sebagian pakar masih menjadi kitab itu sebagai rujukan dan terus menjadi perbincangan dan perdebatan banyak sarjana.
Artinya, karya Imam Al-Mawardi sangat bermanfaat dari masa ke masa, dari generasi ke generasi.
Soal Pemimpin
Imam Al-Mawardi mengatakan bahwa seorang pemimpin (kala itu khalifah) bisa dilengserkan atau harus mundur bila mengalami dua cacat.
Pertama, cacat dalam keadilan. Kedua, cacat tubuh, yakni cacat pancaindra, termasuk hilang ingatan secara permanen dan hilang penglihatan.
Pada bab pertama buku itu, imamah (kepemimpinan) dalam pandangan Al-Mawardi adalah pengganti kenabian dalam melindungi agama dan mengatur kemaslahatan hidup.
Mengangkat imam (pemimpin) dari orang yang memiliki kredibilitas dari kalangan umat ini adalah wajib, persis seperti wajibnya mencari ilmu.
Baca Lagi: Menghadirkan Pemimpin Adil
Syarat seseorang layak jadi pemimpin atau berada dalam kelompok imamah (kepemimpinan) yang ditetapkan oleh Al-Mawardi ada tujuh.
Tiga di antaranya adalah adil, memiliki pengetahuan, dan memiliki gagasan yang membuatnya mampu memimpin rakyat dan mengurusi berbagai kepentingan.
Jadi, cukup sebenarnya bagi kita semua yang hidup pada era digital ini mengenal Imam Al-Mawardi untuk mengerti perihal kepemimpinan secara utuh untuk kemaslahatan kehidupan umat, bangsa dan negara.*