Selepas Subuh saya menemukan buku. Judulnya, “You Don’t Need to be Loved by Everyone” karya Lee Pyeong. Pada halaman 033 ada sub judul yang tulisannya, “Mengeluh dan Menasehati Seperlunya.” Saya pun menangkap bahwa mengeluh itu boleh, asal jangan kepada manusia.
“Semua orang pasti pernah mengalami masa sulit. Wajar (saja) jika kita beberapa kali berkeluh kesah kepada orang lain, tetapi jangan sampai hal itu jadi kebiasaan. (Karena) Tidak ada satupun orang yang suka mendengar keluhan.”
Mengeluh kepada orang yang tepat, itu bagus, bisa membantu mengurangi stress dan terjaga dari kerusakan kesehatan. Meski begitu mengeluh jangan jadi kebiasaan. Sebab itu akan menjadikan seseorang malah terjangkit yang namanya gangguan kesehatan mental.
Baca Juga: Tiga Langkah Agar Selalu Optimis
Indikasinya jelas, orang yang suka mengeluh akan sulit memahami kenyataan dan menerima dirinya secara apa adanya. Pada saat yang sama ia terus merasa tertekan, cenderung emosional dan akhirnya mengalami yang namanya penurunan fungsi kognitif.
Pertajam Iman
Lee Pyeong memberi satu argumen, “Waktu sangat berharga sehingga gunakanlah untuk membahas yang penting-penting saja dengan orang tersayang.”
Hal itu menunjukkan bahwa masalah yang orang hadapi tak mesti selalu jadi tema utama diskusi. Justru harus bangkit untuk memahami masalah itu dengan tepat, termasuk memompa iman dalam hati agar semakin tajam dan kokoh.
Apalagi, masih kata Lee Pyeong, “Kebiasaan mengeluh kepada orang lain dapat menggerogoti diri sendiri.”
Akibatnya orang memahami kita sebagai pihak yang mudah berpikir negatif, tidak menyenangkan dan bermental lemah.
Jadi, kita butuh terobosan nyata. Langkah itu pun telah tersedia dalam paparan Alquran perihal pentas sejarah para Nabi dan Rasul.
Yang mana, Nabi dan Rasul adalah orang-orang yang Allah cintai, karena mereka dalam menghadapi kesulitan hidup dalam dakwah, senantiasa mengeluh kepada Allah, semakin tekun dalam ibadah dan tak pernah gentar mendakwahkan kebenaran.
Sebagai insan yang punya akal, terhadap paparan Alquran perihal kehidupan Nabi dan Rasul, pilihan kita hanya satu. Yakni memahami dan meyakini bahwa kita akan berhasil pula jika kuat mental dan tajam spiritual.
Orang yang bisa seperti itu (kuat mental dan tajam spiritual) akan mengisi hidupnya dengan kesungguhan dalam usaha, ibadah, dan menyerahkan soal hasil kepada Allah. Kemudian bertawakal, tidak kecewa kalau gagal. Pun tidak jumawa saat berhasil.
Jauhi
Mengeluh, semua orang memahami, itu pekerjaan yang tidak perlu kita lakukan.
Sebuah ungkapan menyebutkan bahwa siapa yang terus menerus mengeluh dalam menghadapi kesulitan hidup kepada manusia, maka ia seakan-akan mengadukan Tuhan (kepada manusia).
Artinya buruk sekali cara kita memahami realitas hidup. Padahal, tidaklah sebuah ujian Allah datangkan, melainkan sesuai kesanggupan kita.
Jangan Goyah
Lebih jauh, tidak ada orang yang berhasil, sukses, apalagi sampai pada level bisa jadi teladan, kecuali mereka adalah orang-orang yang tak pernah goyah optimismenya oleh berbagai macam permasalahan dalam kehidupan ini.
Baca Lagi: Adil dari dalam Hati
Jadi, tanamkan dalam hati, Allah itu Maha Baik. Maka segala yang kita alami adalah baik. Jika ada yang terasa begitu berat, maka mengeluhlah kepada-Nya.
Selanjutnya, tinggal kita buktikan dengan senantiasa menjadi insan yang menyukai amal-amal kebaikan. Jangan mau terbelenggu oleh persoalan, apalagi sampai membuat mental lemah.*