Mas Imam Nawawi

- Artikel

Mengapa Takut, Kenapa Cemas?

Seorang pemuda mendatangiku. Ia mengaku takut dan cemas. Karena sebentar lagi akan masuk ke ruang pendidikan lebih tinggi. Saya hanya menimpali dengan pertanyaan: “Mengapa takut, kenapa cemas?” Bola mata pemuda itu bergerak ke kanan dan kekiri lalu sebaliknya. Kondisi itu berlangsung sangat cepat. Bibirnya mulai akan bicara, tapi yang keluar hanya kata, “Ehmm, ehmm.” Menyaksikan […]

Takut

Seorang pemuda mendatangiku. Ia mengaku takut dan cemas. Karena sebentar lagi akan masuk ke ruang pendidikan lebih tinggi. Saya hanya menimpali dengan pertanyaan: “Mengapa takut, kenapa cemas?”

Bola mata pemuda itu bergerak ke kanan dan kekiri lalu sebaliknya. Kondisi itu berlangsung sangat cepat. Bibirnya mulai akan bicara, tapi yang keluar hanya kata, “Ehmm, ehmm.”

Menyaksikan itu, saya memberikan satu kalimat kepadanya.

“Kalau kamu keliru memandang hidup dan tantangan, kamu akan mudah stres, gelisah, depresi dan takut, cemas tidak jelas.”

Kalau Takut Gagal?

Setelah mencerna ucapanku, pemuda itu kemudian melanjutkan pertanyaannya.

“Bagaimana kalau takut gagal? Saya takut tidak berhasil. Mengingat latar belakang dan kemampuanku.”

Rasa takut itu alamiah. Setiap yang bernyawa memiliki itu. Akan tetapi kita harus mengelola dengan tepat. Takut gagal itu karena apa?

Kalau dalam 24 jam kita berusaha dengan baik, penuh kesungguhan, lalu hasilnya negatif. Itu bukan gagal.

Edison saja menganggap 10 ribu kali percobaan yang gagal bukan sebagai kutukan. Ia malah berkata, saya telah menemukan 10 ribu cara untuk berhasil.

Efeknya jelas, Edison tak pernah takut mencoba.

Gagal bagi dia adalah jalan menemukan metode yang tidak tepat. Jika ia terus melakukannya, maka suatu waktu akan bertemu metode yang tepat.

Lagi pula, apakah ada orang berhasil tanpa melalui kegagalan. Jadi hadapi saja. Cara menghadapinya adalah dengan memiliki visi hidup, etos belajar tinggi dan etos kerja yang kokoh. Dan, satu lagi, bertanggung jawablah.

Sisi yang lain, buang sikap negatif dalam diri. Seperti suka menunda, malas belajar, suka memanjakan diri berlebihan, takut dengan komentar orang lain.

“Anda ini belum menjalani masa yang akan datang. Tapi takut lebih dominan. Padahal mestinya Anda persiapkan bekal dan hadapi masa depan itu dengan keyakinan berhasil. Bukan takut gagal sebelum terjun,” nasihat tambahanku kepada pemuda itu.

Orang yang gagal adalah yang memilih berhenti pada jalan perjuangan, bahkan sebelum ia memulai langkah pertamanya.

Berlindung kepada Allah

Pemuda itu perlahan mulai tersenyum. Kata-katanya mulai bergeser, dari sisi negatif, takut sdan cemas menjadi sedikit yakin.

Kalau ada hal yang harus kita takuti maka itu adalah godaan setan. Rasa takut ini malah jarang hadir dalam diri anak muda. Akibatnya mengisi waktu sesuka hati. Main game tanpa jeda. Scrolling media sosial tanpa henti.

Padahal, kalau rasa takut terjebak tipu daya setan ini muncul, seseorang akan segera mencari perlindungan kepada Allah.

Kalau kita berlindung kepada Allah dari godaan, jebakan dan jeratan setan, maka Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.

Artinya, Allah akan segera melindungi kita, membela kita dan menyelamatkan kita.

“Tapi mengapa belum banyak anak muda yang takut kepada Allah?”

Saat saya melemparkan pertanyaan itu, sang pemuda yang ada di hadapanku hanya tersenyum. Meski saya yakin ia sedang berpikir keras menemukan jawabannya.*

Mas Imam Nawawi

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *