Home Kisah Mengapa Saya Menulis?
Mengapa saya menulis

Mengapa Saya Menulis?

by Imam Nawawi

Dalam satu perbincangan malam (23/2), usai makan ayam dan ikan bakar, seorang mahasiswa mengajukan pertanyaan. “Mengapa Mas Imam menulis setiap hari?”

Pertanyaan bagus. Simon Sinek saja sampai menulis buku “Start With Why”. Saya katakan, “Kalau kita makan setiap hari, mengapa tidak saya menulis setiap hari”.

Mahasiswa pendidikan fisika itu pun tertegun, lalu tersenyum dan gerakan bola matanya menunjukkan, setuju.

Simon sendiri menulis, “Sukses datang ketik kita bangun setiap hari di dalam pengejaran yang tak pernah berakhir dan MENGAPA kita melakukan APA yang kita lakukan”.

Motivasi Intrinsik

Dalam perspektif ilmiah, pernyataan Simon menyoroti konsep motivasi intrinsik dan keberlanjutan dalam pencapaian tujuan. Dalam kehidupan para sahabat Nabi SAW, motivasi intrinsik ini dibangun atas dasar pemahaman dan pengamalan wahyu. Salah satu yang utama adalah Iqra’ Bismirabbik (membaca dengan nama Tuhan).

Teori Self-Determination dari Deci dan Ryan menyatakan bahwa individu yang memiliki pemahaman mendalam tentang alasan (MENGAPA) di balik tindakan mereka (APA) akan memiliki dorongan lebih kuat untuk konsisten dan berkembang.

Pengejaran yang tak berkesudahan ini mencerminkan prinsip growth mindset, di mana keberhasilan tidak hanya diukur dari hasil akhir, tetapi juga dari proses pembelajaran dan adaptasi yang berkelanjutan.

Secara naratif, pernyataan ini mengajak kita untuk melihat kesuksesan bukan sebagai titik akhir, melainkan sebagai perjalanan yang terus berlangsung seiring dengan pemahaman akan tujuan yang lebih besar.

Ketika seseorang bangun setiap hari dengan kesadaran akan makna dari apa yang mereka lakukan, mereka akan memiliki ketahanan mental dan daya juang yang lebih besar.

Ini bukan hanya tentang pencapaian pribadi, tetapi juga tentang dampak yang lebih luas terhadap dunia di sekitar mereka.

Jadi, bagaimana pandangan seseorang terhadap sesuatu, itulah hasilnya. Misalnya, seseorang punya anggapan bahwa menulis itu sulit, maka ia tidak akan pernah mau mencoba untuk menuangkan pikirannya secara tertulis. Begitu juga kalau ada orang mengatakan menulis itu mudah. Sedangkan dia tak segera melakukannya, mencoba dan merutinkannya berlatih. Maka pada realitanya akan sama, itu tidak akan pernah gampang.

Orang yang akan menulis setiap hari adalah yang tahu mengapa ia melakukannya. Saya melakukan itu karena saya mendapat kebaikan setiap saat dari Allah SWT yang nilainya tak terhitung.

Nabi SAW pernah mengatakan apakah saya tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur (dengan Tahajud hingga bengkak kedua kakinya). Kalau seperti itu, mengapa saya tidak mengkonversi kalimat itu, apakah saya boleh bersyukur dengan menulis setiap hari.

Apakah Menulis itu Mudah?

Menulis itu tidak sulit juga tidak mudah. Karena aktivitas membaca berulang kali itu adalah kenikmatan, bagi orang yang mengetahui dan merasakan langsung.

Dua mahasiswi pernah datang dan menyatakan dirinya kesulitan menemukan judul untuk skripsi mereka. Saya katakan kepada mereka, menulis itu tidak sulit, apalagi skripsi. Hal yang membuat perasaan mereka terjebak ilusi adalah karena apa sebenarnya skripsi itu tidak benar-benar kita kenali dan pahami dengan mendalam.

Saya sering sampaikan kepada kaum muda, skripsi itu intinya dua. Satu rumusan masalah. Kedua, metodologi penelitian.

Jika dua hal ini bisa kita temukan, maka judul dan narasi akan mudah kita susun. Tetapi kalau dua hal itu tidak kita pahami, mau menulis apa yang mudah kita rangkai dan jelaskan kepada dosen pembimbing.

Dalam kata yang lain, menulis itu mudah kalau kita sudah punya konsep berpikir. Paham dengan baik apa yang akan kita tulis.

Namun, selamanya menulis itu susah, kalau kita tidak pernah mau berlatih. Seperti seorang perenang, mereka jadi ahli bukan karena penguasaan teori yang berjibun. Akan tetapi praktik dan latihan renang setiap hari secara konsisten.

Lalu apa yang calon perenang perlu lakukan sesering mungkin? Nyebur ke kolam. Bukan nonton Youtube teknik menulis dan debat atau diskusi tanpa henti tentang teknik berenang dan manfaat-manfaat berenang. Begitu pun menulis. Segera ambil pulpen, buku, laptop atau lainnya, susunlah kalimat pertama, sekarang juga.

Terakhir, kita akan senang menulis kalau kita punya pondasi kuat: mengapa saya harus menulis, untuk siapa saya menulis, bagaimana saya menulis. Ust. Abdullah Said sadar sekali akan hal itu, maka terbitlah Majalah Hidayatullah. Beliau punya alasan, bahwa menulis penting untuk mendakwahkan Islam.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment