Musibah selalu datang tak terduga, terlebih kalau yang namanya bencana alam. Pekan pertama 2022, Indonesia sudah dilanda 68 bencana alam. Apakah ini hal biasa atau ada sisi penting yang perlu diperhatikan agar musibah demi musibah berupa bencana alam tidak terus terjadi?
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan telah terjadi 68 kejadian bencana alam pada pekan pertama awal 2022 atau dalam periode 1 hingga 8 Januari.
Banjir menjadi bencana yang sering terjadi. Tercatat 38 bencana banjir terjadi sepanjang periode 1 hingga 8 Januari 2022. Kemudian cuaca ekstrem sebanyak 16 kali, tanah longsor 12 kali, kebakaran hutan dan lahan serta gelombang pasang masing-masing satu kali seperti dilansir okezone.
Data itu belum termasuk banjir yang terjadi Rabu (13/1/22) di Kecamatan Pengaron, Banjar, Kalsel yang merendam 8 desa dengan ketinggian air sampai mencapai atap rumah. Dikabarkan 2008 rumah terendam dan 3.727 warga harus rela mengungsi.
Baca Juga: Bersyukur dalam Musibah, Rasional?
Musibah seperti banjir tentu sangat berbeda dengan musibah berupa gempa bumi. Dimana banjir tidak bisa dilepaskan dari ulah tangan manusia itu sendiri. Jadi, pada jenis musibah banjir ini, manusia sebenarnya punya peran untuk mengurangi atau bahkan mengatasinya dengan baik.
Langkah Pertama dan Strategis
Dalam kacamata pengetahuan, tentu yang akan dipilih pertama adalah bagaimana reboisasi harus kembali dilakukan, terutama pada area yang digunduli karena eksploitasi sumber daya alam.
Namun lebih jauh adalah manusia itu sendiri. Sebab yang merusak alam itu bukan siapa-siapa, tetapi manusia itu sendiri, sekali lagi manusia.
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat” (QS. An Nahl: 112).
Jadi jelas, sikap-sikap ingkar, arogan, egois, individualis dan mengesampingkan nilai-nilai iman serta kemanusiaan harus segera diatasi. Pemerintah, swasta dan rakyat jangan melihat alam sebatas media mengeruk kekayaan atas nama pertumbuhan ekonomi, tetapi juga bagaimana kelestarian alam dapat dijaga.
Melakukan itu semua, butuh generator bernama iman. Tanpa itu, manusia hanya akan menjadi monster yang tahunya hanya uang, keuntungan dan kekayaan. Pada akhirnya dampak keburukan tidak dapat dihindarkan dan kala itu terjadi, justru masyarakat yang tak tahu apa-apa yang menderita.
Dari sisi hukum, tentu saja musibah ini harus dikaji dan ditelusuri, apa sebab utamanya. Jika benar karena ulah manusia mengeksploitasi alam, maka hukum harus ditegakkan seadil-adilnya. Jika tidak, maka banjir bisa datang kapan saja, terutama kala musim hujan tiba.
Bahu-Membahu Bantu Sesama
Lebih lanjut, terlepas dari apa yang telah terjadi, langkah konkret yang bisa kita ambil sebagai sesama warga negara dan sebagai sesama Muslim adalah bersegera bahu-membahu membantu sesama.
Laznas BMH menjadi pihak yang terdepan di dalam membantu masyarakat peduli kepada korban banjir di Pengaron, Banjar Kalsel.
Tampak relawan mereka berjibaku dengan kondisi banjir yang tidak ringan. Ada yang harus menembus banjir, ada yang harus menaiki rakit dan semua itu dilakukan untuk memberikan pertolongan kepada warga terdampak banjir.
Baca Lagi: Lebih Baik Pasca Musibah, Bagaimana Langkahnya?
Kini, kita punya kesempatan untuk peduli dan berbagi. Kabarkan berita musibah ini dan ajak semua kalangan untuk tahu dan membantu. Insha Allah ini adalah bagian dari berkah datangnya musibah, dimana satu sama lain, walau berjauhan dan tak saling kenal namun tersambung melaui kepeduliaan karena iman, persaudaraan dan persatuan.*