Mas Imam Nawawi

- Kajian Utama

Mengapa Kekayaan Pejabat Disorot?

Belakangan, dalam jagat pemberitaan ramai ulasan tentang naiknya kekayaan para pejabat kala pandemi, mulai dari meningkatnya kekayaan Presiden, Menteri, hingga Gubernur. Pertanyaannya mengapa kekayaan pejabat publik sorot? Hal itu tidak lain karena pejabat sejatinya pengemban amanah rakyat, idealnya mereka melayani rakyat dengan baik bahkan dengan pengorbanan. Jadi, dalam konteks logika, jika ada pejabat kekayaannya meningkat […]

Mengapa Kekayaan Pejabat Disorot?

Belakangan, dalam jagat pemberitaan ramai ulasan tentang naiknya kekayaan para pejabat kala pandemi, mulai dari meningkatnya kekayaan Presiden, Menteri, hingga Gubernur. Pertanyaannya mengapa kekayaan pejabat publik sorot?

Hal itu tidak lain karena pejabat sejatinya pengemban amanah rakyat, idealnya mereka melayani rakyat dengan baik bahkan dengan pengorbanan.

Jadi, dalam konteks logika, jika ada pejabat kekayaannya meningkat selama menjabat, bisa logika publik pastikan kinerja pelayanan kepada rakyat perlu dapat “pemeriksaan”.

Baca Juga: Kekayaan Tak Terhingga Pilot Sriwijaya Air SJ 182

Apakah kekayaan yang diperoleh berbanding lurus dengan kesejahteraan yang dirasakan oleh rakyat.

Atau justru sebaliknya, kekayaan itu justru diperoleh tanpa ada perubahan kebaikan dan peningkatan kesejahteraan rakyat itu sendiri.

Teladan Sahabat

Karena mengemban amanah berupa jabatan rakyat itu tidak ringan, Umar bin Khathab melarang anak-anaknya untuk menginginkan jabatan.

“Tidak ada kaum keturunan Al Khattab hendak mengambil pangkat khalifah ini untuk mereka, Abdullah tidak akan turut memperebutkan pangkat ini,” kata Umar kepada kaum Muslimin.

Setelah itu, Umar bin Khattab menoleh ke arah Abdullah bin Umar, anaknya. “Anakku Abdullah, sekali-kali jangan, sekali-kali jangan engkau mengingat-ingat hendak mengambil jabatan ini!”

Kemudian kita bisa belajar pada Utbah bin Ghazwan. Ia adalah panglima militer kawakan.

Namun seiring dengan prestasinya membangun Kota Ubullah Bashrah dan kebijakannya yang menjadikan banyak pejabat sulit hidup mewah, ia diisukan oleh beragam rumor miring.

Seiring berjalannya waktu, Utbah menemui Khalifah Umar untuk diberhentikan sebagai gubernur. Namun Khalifah menolak.

Karena ketaatannya, maka Utbah pun pulang dari Madinah menuju Ubullah. Dalam tengah jalan Utbah berdoa.

“Ya Allah aku telah memohon kepada Khalifah yang wajib aku patuhi, agar memberhentikanku sebagai gubernur, namun ia menolak. Maka aku mohon kepada-Mu yang mengangkat dan menurunkan pangkat agar Engkau mencopot jabatan ku,” pintanya dalam doa.

Kemudian Allah mengabulkan doa itu. Dalam perjalanan pulang ke Ubullah, Utbah menghadap Yang Maha Kuasa. Beliau wafat dalam posisinya masih menjadi pejabat sebagai seorang gubernur Ubullah.

Bagaimana Saat Ini?

Berbeda dengan masa sahabat, masa kini orang senang jika mendapat jabatan dan meningkat kekayaannya.

KPK melaporkan bahwa 70,3% harta kekayaan para pejabat naik selama masa pandemi Covid-19.

Pertanyaannya apakah mereka bahagia? Boleh jadi demikian. Tetapi, sepertinya kesenangan akan hal itu sedikit mengganggu. Sebab fitrah manusia memang suka pada kejujuran.

Tetapi apapun itu, hakikatnya kelak semua harus mereka pertanggungjawabkan sendiri-sendiri.

Rasulullah SAW pernah menjelaskan bahwa kelak setiap manusia akan menjawab semua pertanyaan. Mulai dari usianya, terutama usia muda, kemudian harta, darimana ia peroleh dan kemana ia membelanjakannya. Selanjutnya ilmu dan amal.

Baca Lagi: Apa Bentuk Jihad Kita?

Dengan kata lain, kekayaan sejati ialah segala hal yang kita miliki dan itu maslahat. Baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Bukan penyesalan akhir jabatan apalagi pada saat hari pembalasan tiba.

Jadi kekayaan manusia dalam bentuk harta, utamanya pejabat sejatinya tidak saja jadi sorotan warga dunia.Tetapi juga mendapat perhatian dengan teliti dalam akhirat nanti. Allahu a’lam.*

Mas Imam Nawawi

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *