Mas Imam Nawawi

- Kajian Utama

Mengapa Iqra Bismirabbik yang Pertama?

Saya tiba-tiba tertarik dengan pertanyaan ini. “Mengapa Iqra Bismirabbik yang pertama Allah kenalkan (turunan dalam Alquran) kepada Rasulullah SAW dan kita umatnya?” Tentu bukan tanpa maksud. Kita bisa melihat begitu banyak kandungan hikmah dan kebaikan yang dapat kita ambil. Sejauh kita benar-benar mau mengaplikasikannya. Kebaikan Pertama Kebaikan pertama dari perintah membaca dengan nama Tuhanmu itu […]

Iqra Bismirabbik

Saya tiba-tiba tertarik dengan pertanyaan ini. “Mengapa Iqra Bismirabbik yang pertama Allah kenalkan (turunan dalam Alquran) kepada Rasulullah SAW dan kita umatnya?”

Tentu bukan tanpa maksud. Kita bisa melihat begitu banyak kandungan hikmah dan kebaikan yang dapat kita ambil. Sejauh kita benar-benar mau mengaplikasikannya.

Kebaikan Pertama

Kebaikan pertama dari perintah membaca dengan nama Tuhanmu itu adalah menyadari perubahan.

Kehidupan tak pernah statis, stagnan dan stuck. Semua bergerak, meninggalkan satu masa menuju masa yang baru.

Dalam soal pendidikan misalnya. Sampai kapan Indonesia akan bertahan dengan kurikulum yang ada. Bukankah kurikulum itu telah termakan zaman. Tak lagi relevan?

Saifur Rohman, pengajar filsafat di UNJ menuliskan dengan tegas. “Kurikulum nasional memerlukan pembenahan. Paradigma pendidikan, teori ilmu pengetahuan, dan struktur masyarakat telah berubah.” (Baca opini Kompas.id “Kurikulum yang Dimakan Usia”).

Meskipun yang sebenarnya bukan berubah, tapi berganti. HP hitam putih sudah diganti dengan Smartphone. Pun manusianya, sekarang adalah era generasi milenial dan Gen-Z. Cara berkomunikasi, kesukaan, dan model bergaul juga tidak sama.

Dalam kata yang lain, umat Islam memang kudu aktif membaca. Tidak bisa apa yang membuat masa lalu baik akan relevan dengan sekarang. Sebagai contoh, media cetak. Apakah keunggulan media cetak bisa jadi rujukan untuk membangun media online yang unggul?

Jadi, Iqra Bismirabbik meminta kita untuk selalu mau tampil relevan.

Kebaikan Kedua

Memandang dunia dari hakikatnya. Iqra Bismirabbik mengajak kita membaca sesuatu secara mendalam, sampai ke inti. Yakni tembus kepada hakikatnya.

Ketika hari ini banyak orang berlomba-lomba ingin mendapat kedudukan, itu bukan karena fenomena zaman. Itu adalah bukti dari kegagalan membaca.

Ketika Qarun keluar dengan seluruh kekayaannya, orang-orang yang tak membaca takjub. Tapi mereka gagal paham, ketakjuban itu adalah buah dari sifat materialisme dalam jiwa.

Mereka bukan lagi berkomentar, tapi berharap. “Mudah-mudahan kita mempunyai harta kekayaan seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun. Sesungguhnya dia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.” (QS. Al-Qashshash: 79)

Namun, Allah menggambarkan apa yang jadi ungkapan orang berilmu kala melihat hal yang sama terhadap Qarun.

“Celakalah kamu! Ketahuilah, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, dan (pahala yang besar) itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Qashshash: 80).

Uji dalam Hati

Mari kita coba renungkan dalam hati. Apakah harta lebih baik dari pada pahala dari sisi Allah?

Lihat saja fakta keseharian, utamanya berita-berita korupsi. Apakah itu karena pelakunya peduli kepada rakyat? Atau itu karena mereka telah menjadi budak harta?

Artikel ini tak akan mampu menjawab kebaikan demi kebaikan dari Iqra Bismirabbik.

Namun dari dua kebaikan itu kita bisa menguatkan hati dan pikiran, bahwa membaca bukan semata tentang menghimpun pengetahuan. Apalagi sebatas ilmu dan pengetahuan yang kita anggap valid karena adanya ijazah lembaga pendidikan formal.

Sungguh semua fakta itu menuntut kita bagaimana menghadirkan kesadaran atas landasan iman. Itulah kenapa kita harus terus berjuang untuk bisa Iqra Bismirabbik.*

Mas Imam Nawawi

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *