Kalau mendaras Alquran, kita akan berpapakan dengan satu ciptaan luar biasa, yakni gunung. Dalam hati saya bertanya, mengapa gunung Tuhan sebutkan?
Allah Ta’ala mengkreasikan gunung agar bumi tidak mengalami kegoncangan.
“Dan Dia menancapkan gunung di bumi agar bumi itu tidak goncang bersama kamu…” (QS. An-Nahl: 15).
Pesannya jelas, bahwa gunung adalah penyeimbang yang Allah hadirkan.
Baca Juga: Gunung dan Watak Pemimpin
Mufassir mentakrifkan itu dengan lebih terang bahwa gunung adalah wujud kasih sayang Allah agar manusia tidak terombang-ambing oleh goncangan gerak bumi.
Dalam kata yang lain gunung adalah rahmat-Nya kepada seluruh alam, bukan semata manusia.
Keyakinan
Kalau kita mau tarik gunung itu dalam realitas hidup, maka apakah yang sama fungsinya seperti gunung?
Syaikh Prof Dr Umar bin Abdullah Al-Muqbil dari Universitas Qashim, Saudi Arabia menjelaskan bahwa itu adalah keyakinan.
Gunung dalam realitas hidup manusia adalah seperti halnya seorang alim dalam menguatkan keyakinan umat pada masa-mafa fitnah ini, semua tergantung kemantapan ilmu dan perhatian sang alim kepada umat.
Boleh jadi Imam Ghazali memahami kehidupan bangsa dan negara akan rusak kalau ulama rusak, terinspirasi dari ayat tentang gunung.
Negara rusak karena rakyat yang rusak, yang kemudian memilih pemimpin rusak. Dan, pemimpin rusak karena ulama yang rusak. Maka, rusaklah suatu tatanan masyarakat, bangsa atau bahkan negara.
Dalam konteks pribadi, gunung itu memang sebuah keyakinan teguh kepada Allah, itulah iman.
Orang yang teguh imannya, tidak akan goncang hatinya menjalani kehidupan dunia yang fana ini. Lebih-lebih kala ia selalu bertawakal kepada Allah.
Oleh sebab, Allah telah menetapkan bahwa yang hidupnya akan tergoncang hanya orang yang menjadikan setan sebagai pemimpin. Itulah perilaku orang-orang sesat dan musyrik (QS. An-Nahl: 99-100).
Pupuk?
Namun iman manusia tidak mungkin langsung seperti gunung, besar, tinggi menjulang dan menghujam ke bagian terdalam bumi.
Seperti tumbuhan, iman itu berproses, perlahan-lahan. Kadang-kadang pertumbuhan iman terganggu karena hama dan berbagai kondisi yang merusak.
Baca Lagi: Sapuan Gunung Semeru, Duka Kita Semua
Orang biasa terkena godaan untuk berpikir instan dalam arti memperturutkan hawa nafsu. Sumbu pendek, istilah sekarang.
Tetapi sejauh kita memahami bahwa iman itu harus tetap terpelihara, maka kita akan fokus bagaimana pertumbuhan iman semakin kokoh.
Tak ubahnya tanaman, iman perlu kita pupuk. Pupuk terbaik bagi teguhnya keyakinan kepada Allah adalah membaca (Iqra). Lengkapnya Iqra Bismirabbik.
Ketika iman terus kita pupuk dan kita jaga dari hama dan gangguan, maka ia akan tumbuh menjadi tanaman yang besar, yang dahannya menjulang ke langit dan akarnya menghujam ke dalam bumi.
Hadirlah pohon yang baik, yaitu manusia yang ucapan dan produk pikiran dan perilakunya selalu menginspirasi orang melakukan kebaikan.
Dan, itulah gunung. Pada puncaknya tersaji suhu yang sejuk bahkan dingin, yang di sana tumbuh tanaman sayur-mayur yang sangat manusia perlukan dalam kehidupan.
Dan, orang yang seperti itu kalau tampil sebagai pemimpin ia akan menyuburkan, menyejukkan dan membahagiakan.
Posisi tinggi tak membuatnya tergoda untuk takabur hingga akhirnya tergelincir dan terguling ke lembah penyesalan.
Selain tidak sesuai sifat gunung, itu menolak hukum alam yang senantiasa Tuhan kendalikan dan kuatkan. Siapa berlawanan dengan sistem alam, berarti menentang Tuhan. Akhirnya bisa kita prediksi, kesengsaraan.*