Mas Imam Nawawi

Berantakan
- Opini

Mengapa AS Seperti Berantakan?

Dalam hal manajemen, orang akan bilang kalau semua unsur manajemen terpenuhi, apapun akan berhasil. Semua yang berantakan bisa tertata. Tapi apakah demikian dalam realitanya? Alquran mengatakan, kejayaan akan Allah pergilirkan. Itu artinya tak peduli berapa abad manajemen jadi andalan, kalau tiba masanya runtuh, hancurlah dia. Termasukkah kondisi AS sekarang? Apa yang menjadikan sebuah bangsa atau […]

Dalam hal manajemen, orang akan bilang kalau semua unsur manajemen terpenuhi, apapun akan berhasil. Semua yang berantakan bisa tertata. Tapi apakah demikian dalam realitanya? Alquran mengatakan, kejayaan akan Allah pergilirkan. Itu artinya tak peduli berapa abad manajemen jadi andalan, kalau tiba masanya runtuh, hancurlah dia. Termasukkah kondisi AS sekarang?

Apa yang menjadikan sebuah bangsa atau negara runtuh? Manusianya, yang tak lagi komitmen. Tak siap mental menghadapi perkembangan.

Oleh karena itu kalau kita merujuk masa awal Nabi Muhammad SAW menjadi Nabi, hal yang jadi pemahaman mendasar beliau SAW bersama sahabat adalah memahami realitas.

Mereka menyadari bahwa hidup butuh kesiapan mental dan ruhiyah agar mampu menghadapi dunia yang pahit, siap gagal, dan menerima kenyataan yang tak sesuai harapan.

Perhatikan apa yang Bilal lakukan ketika siksaan menimpanya. Simak baik-baik bagaimana Rasulullah SAW harus menerima cacian, fitnah dan cemoohan orang-orang kafir.

Demikianlah dunia, butuh orang yang punya mental, ruhiyah dalam mengarunginya. Tidak cukup hanya berbekal pengetahuan.

AS tampak berantakan, bukan soal manajemen. Tetapi bagaimana cara berpikir para penentu kebijakannya. Kalau mereka memandang asal pro Palestina adalah jahat, bagaimana mungkin mereka bisa menjadi negara yang kuat. Itu tidak mungkin..

Nilai Dasar Keteraturan

Menjauhi kelemahan dan kondisi berantakan sebuah bangsa, manusianya harus punya mental dan ruhiyah. AS, selama ini menjadi negara kuat karena komitmennya pada nilai yang mereka kampanyekan: kemanusiaan, demokrasi dan HAM.

Akan tetapi, waktu bergulir, kini dunia menguji AS sendiri, apakah masih punya komitmen atau telah memilih untuk inkonsisten. Menangkap aktivis pro-Palestina dasar nilainya yang mana yang sedang AS kuatkan.

Mengingkari nilai yang membesarkan AS, alamat mempercepat jalan pada kelemahan dan mungkin keruntuhan.

Dalam kata yang lain ada kerapuhan dalam diri orang-orang AS (pemegang kebijakan) dalam hal ketekunan mengkaji nilai mereka sendiri. Sebagian besar mungkin sudah malas berpikir, merasa cukup dan jumawa. Mereka menulikan telinga dan membutakan mata sendiri.

Jika itu yang terjadi, maka nilai dasar keteraturan yang ada di AS sedang goyah. Masalahnya goyah itu disebabkan oleh kekuatan semacam gempa. Bumi tak sekadar bergoyang, tapi semua yang kokoh di atasnya runtuh, rata dengan tanah.

Seperti AS, begitu pun Isra*l bahkan Indonesia. Negara manapun, pemimpin manapun kalau sudah kehilangan orientasi membangun mental dan ruhiyah manusianya, yang akan mereka dapatkan adalah ketidakteraturan yang melelahkan dan menghambat kemajuan.

“Tangisan” Ursula

Apakah judul AS seperti tampak berantakan berlebihan?

Mari kita lihat ungkapan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen. “Barat yang kita tahu selama ini tidak akan ada lagi.”

Kalau kita dudukkan kalimat itu dari sudut pandang pesimisme, pernyataan ini bisa diartikan sebagai peringatan atas kemunduran hegemoni Barat di dunia.

Krisis ekonomi, polarisasi politik internal, serta persaingan dengan kekuatan non-Barat seperti China dan India dapat menyebabkan melemahnya pengaruh budaya, nilai-nilai demokratis, dan dominasi ekonomi Barat.

Pesimisme ini didasari oleh ketakutan bahwa perubahan tersebut akan membawa ketidakpastian, konflik, atau bahkan disintegrasi nilai-nilai yang selama ini menjadi fondasi identitas Barat.

Secara rasional, ungkapan von der Leyen adalah pengakuan realitas bahwa dunia sedang berubah dengan cepat dan tak terhindarkan.

Dalam kata yang lain, Barat perlu menyeimbangkan antara menjaga nilai-nilai inti yang telah membangun peradaban modern dengan merangkul perubahan global secara proaktif.

Adaptasi yang bijak, kolaborasi internasional, dan reformasi internal akan menjadi kunci untuk memastikan bahwa Barat tetap relevan tanpa kehilangan esensinya. Tapi apakah itu mungkin setelah kekuatan mulai melemah?

Jadi, berantakan dalam hal ini bukan saja soal manajemen ekonomi, politik dan militer AS. Tapi kebijakan-kebijakan AS yang muncul belakangan telah menjadikan Uni Eropa melihat bahwa Barat telah tiada lagi sama (kekuatan dan orientasinya). Apakah itu bukan berantakan, berantakan hati antar pemimpin Barat?*

Mas Imam Nawawi

 

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *