Sebagian kita mungkin punya pertanyaan itu. Mengapa ada orang mudah sekali menjadi kaya. Dan, mengapa ada orang yang sulit sekali menjadi kaya, ia hidup tetap dalam kemiskinan harta?
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin mengutip ungkapan Hasan Al-Bashri ra.
Ia mengatakan, “Kalau Allah SWT menghendaki, niscaya kalian semua menjadi kaya-raya dan tidak akan ada yang miskin lagi berkekurangan di antara kalian. Akan tetapi, Allah SWT berkehendak menguji sebagian dari kalian atas sebagian lainnya dengan kemiskinan dan kekayaan, rasa lapar dan kekenyangan.”
Ungkapan Hasan Al-Bashri itu tentu memberikan jawaban terang bagi kita, bahwa kaya dan miskin seseorang ada dalam pengaturan Allah. Sekalipun dalam proses empiriknya tetap ada jalan-jalan berupa sebab dan akibat yang menghiasi.
Bagi kebanyakan orang sekarang, kerja keras (secara fisik) tidak lagi menentukan penghasilan. Akan tetapi kerja cerdas (kekuatan akal) membuka jalan mendapat keuntungan besar.
Seorang pengusaha pernah berkata kepadaku, “Saya lebih baik jadi agen besar gas LPG daripada jual kelontongan. Karena keuntungannya jauh berlipat kali daripada jual seperti yang model kelontongan.”
Seorang pemuda yang setiap pemilu aktif sebagai relawan, mungkin merasa dirinya lebih pintar dan lebih beruntung, karena ia bisa menerima kucuran dana terus-menerus bahkan dalam jumlah lebih besar daripada hari-hari biasa. Akan tetapi dampak dari uang yang ia terima, apakah ia pernah memikirkan?
Baca Juga: Rezeki Besar
Pada beberapa kasus ini kita bisa memahami bahwa soal rezeki sebenarnya yang terbaik adalah yang menjadikan kita penuh dedikasi dalam gerakan kebaikan. Lalu mentalitas syukur kita terus menguat dan mengakar.
Rezeki Dasar
Setiap yang bernyawa sejatinya telah Allah jamin rezekinya. Rezeki dasar tidak akan Allah abaikan. Oleh karena itu kata Gus Baha, bukti Allah itu Maha Kuasa, biar orang miskin tetap Allah berikan nikmat tertawa, bahagia, dan berkumpul dengan sesama.
Jadi, yang bisa tertawa itu bukan hanya orang kaya, tetapi juga orang miskin.
Bahkan dalam hal tolong-menolong, masih kata Gus Baha, dalam dunia orang miskin itu lebih heroik. Kalau orang kaya pinjam meminjam sampai 1 miliar biasanya untuk usaha dan lain-lain.
Tetapi kalau orang miskin, pinjam 1 juta, itu urusan nyawa. Karena untuk istrinya melahirkan atau untuk keluarga yang harus masuk rumah sakit.
Fakta itu seakan memberikan kita pelajaran utama, bahwa dalam dunia orang miskin hidup jauh lebih berharga, karena menyangkut hal-hal fundamental jiwa manusia itu sendiri.
Meskipun kalau kita melihat gerak cepat orang kaya membantu yang sangat membutuhkan itu terasa sekali kekuasaan Allah dalam kehidupan.
Belum lama ini saya bertemu seorang bernama AR, ia orang miskin usia 60-an tahun. Tetapi ada orang kaya yang dermawan. Ia dapat rumah permanen sekaligus bisa berangkat haji. Semua karena kehendak Allah melalui kebaikan orang kaya yang gemar sedekah itu.
Jadi, kalau orang mau berpikir, hidup ini ada dalam genggaman Allah, ia tidak akan risau soal rezeki. Karena memang sudah Allah jamin. Tapi jaminan Allah tetap menghendaki kita bergerak, berusaha, dan berjuang.
“Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (QS. Hud: 6).
Rezeki Bukan Sekadar Harta
Harta mengacu pada aset materi yang kita miliki, seperti uang, rumah, kendaraan, dan lain-lain.
Sementara itu, rezeki memiliki makna yang lebih luas, mencakup segala sesuatu yang dapat kita nikmati dan tidak selalu berupa materi.
Jika ada orang punya rumah sampai 3 atau bahkan lebih dari 5, dia pasti banyak harta. Tetapi rumah itu tidak semua jatuh sebagai rezeki. Karena ia hanya bisa menempati yang ia tinggali.
Orang bisa saja tidak bisa mengemudikan mobil, bahkan ia orang yang suka tidur di dalam mobil. Tapi kalau ia rezekinya naik mobil, keberbagai tempat ia akan sampai.
Lebih dari soal harta, rezeki itu bisa berupa tetangga yang baik, pasangan setia, kesehatan dan rumah tangga yang harmonis.
Baca Lagi: Yang Membahagiakan
Apakah kita melihat ada seorang pejabat yang kini sampai anaknya pun akan dijerat oleh hukum?
Sikap Mental
Jadi, kebahagiaan akan kita rasakan kalau hidup ini kita syukuri dengan basis ilmu dan iman.
Lebih-lebih kalau punya sikap mental yang kokoh yang bersumber dari Alquran.
“Dan Dia memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)Nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.” (QS. At-Talaq: 3).
Jadi, jangan takut, rezeki Allah luas, ada yang terukur, pasti dan ada yang tak bisa kita duga. Sikap terbaik kita adalah tawakkal, niscaya Allah akan atur segalanya untuk kita.*