Home Kajian Utama Menerima, Seni Praktis Jadi Bahagia
Menerima, Seni Praktis Jadi Bahagia

Menerima, Seni Praktis Jadi Bahagia

by Imam Nawawi

Bahagia itu banyak orang suka. Bahkan sebagian orang jungkir balik demi bahagia. Tetapi, kadang manusia lupa, bahwa dunia ada dalam genggaman Allah Ta’la. Orang yang teguh imannya akan memilih sikap menerima, karena itu memang seni paling praktis menjadi pribadi bahagia.

Suatu waktu, pernah seorang anak merengek kepada orangtuanya agar segera bisa izin meninggalkan sekolah yang berasrama. Anak itu punya alasan kuat dan bisa dipertimbangkan.

Baca Juga: Meraih Bahagia dengan Akal Semata, itu Mustahil

Namun, pendidikan yang sesungguhnya berhasil dalam diri seorang anak adalah ketika ia mampu menerima aturan penuh komitmen. Jadi tidak menjadikan celah rasional sekalipun untuk melegitimasi hasrat yang sebenarnya mesti mampu ia kendalikan.

Mendapat penjelasan seperti itu, sang anak tersebut sadar dan mulai bisa menahan emosi yang mewujud dalam suara bergetar dan seperti bersungut-sungut pada mulanya.

Kisah Ulama

Bagaimana sikap menerima itu kita pahami dan implementasikan?

Menarik kisah yang Gus Baha uraikan dalam salah satu kajiannya. Bahwa pernah ada seorang ulama mendapat perlakuan jahil dari tetangga.

Berulang kali ia memanggil sang ulama kemudian menyuruh pulang. Namun, sang tetangga heran, karena ulama itu tidak tampak kecewa apalagi marah.

Rasa penasaran itu membuatnya tak mampu menahan diri untuk bertanya. “Mengapa Anda tidak marah? Padahal saya memanggil Anda dan menyuruh Anda pulang?”

Ulama itu menjawab dengan tersenyum. “Sebagai tetangga, saya hanya menjalankan perintah Allah, memuliakan tetangga. Jadi, saat Anda memanggil, saya datang. Anda meminta saya pulang, saya melakukannya. Semata-mata karena Allah, bukan karena Anda.”

Lihatlah, betapa luar biasa sikap sang ulama itu. Ia tidak bersikap apalagi berpikir buruk, hanya karena orang lain seakan-akan menipunya.

Langkah sang ulama itu dalam bahasa kekinian mampu menguatkan yang namanya positive feeling (berperasaan positif). Satu sikap yang membuat hati mudah untuk ikhlas, penuh kerelaan, lapang dada, tenang dan damai.

Cerdas

Orang yang mampu menerima kenyataan dengan sudut pandang positif, betapa pahit luar biasa pun kondisi yang ia alami, ia tetap akan mampu berpikir dan berperasaan positif.

Baca Lagi: Nikmati Hidup Jadilah Bermanfaat

Orang-orang inilah yang sejatinya memiliki kecerdasan. Ia tidak terseret arus duka ataupun getir yang dihadapi.

Sebaliknya ia berusaha bangkit dengan mengembangkan sudut pandang yang memungkinkan dirinya mampu menerima kenyataan itu dengan pengunduhan hikmah yang mendalam.

Orang yang kaya sekalipun, kalau jiwanya terus merasa kurang, ia akan terjebak untuk melakukan tindak pidana korupsi.

Lihat, betapa banyak koruptor bukan orang miskin, tetapi orang yang punya ijazah, jabatan dan tampak hidup penuh gengsi.

Tetapi, kalau jiwanya rapuh, maka bahagia itu tidak akan pernah ia raih. Betapapun megah rumah tempat ia berteduh. Sekalipun mewah kendaraan yang ia tunggangi setiap perjalanan.*

Mas Imam Nawawi

 

 

Related Posts

Leave a Comment