Saat dalam perjalanan ke Bandung (3/7/24), saya tiba-tiba berpikir tentang esensi kehidupan, khususnya soal kegelisahan. Sebagian orang terkadang dihantui rasa cemas dan galau yang menyelimuti hati. Kisah ini akan membuat kita sadar tentang esensi kehidupan dengan refleksi yang saya temukan dalam ayat awal Al-Baqarah.
Siapapun tentu merasakan bahkan bertanya, terutama saat melihat orang-orang yang tampak sukses dan berkecukupan.
Pertanyaan yang muncul: Mengapa ada ketimpangan nasib di dunia ini? Mengapa ada yang mudah mendapatkan materi, sementara yang lain berjuang seumur hidup tanpa hasil berarti? Dan mengapa ada orang kaya yang masih melakukan korupsi?
Kegelisahan ini semakin memuncak saat kita dihadapkan pada berbagai masalah dan rintangan dalam hidup. Seakan-akan kebahagiaan dan ketentraman hanya milik segelintir orang, sementara kita terjebak dalam siklus kesulitan yang tak berujung.
Baca Juga: Syukur, Ukur dan Atur
Namun, di tengah kebingungan ini, secercah cahaya datang dari firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah. Di awal surah ini, Allah SWT menyebutkan tentang orang-orang bertakwa, mereka yang beriman kepada yang gaib.
Iman
Seketika, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas pun terungkap. Ketenangan dan kebahagiaan sejati tidak terletak pada harta benda, jabatan, atau kesuksesan duniawi yang fana. Kunci utama untuk meraih ketentraman jiwa adalah iman kepada yang gaib, kepada Allah SWT dan hari akhirat.
Kesadaran ini membawa kita pada pemahaman yang lebih mendalam tentang kehidupan. Segala sesuatu di dunia ini, termasuk gedung-gedung megah, uang berlimpah, dan jabatan tinggi, hanyalah tipuan semata. Semua itu akan sirna seiring waktu.
Tidak percaya? Coba baca lebih dalam ayat-ayat Alquran. Bagaimana Allah menenggelamkan Fir’aun, sosok raja luar biasa. Ucapannya adalah Undang-Undang. Tak seperti pemimpin masa kini, yang perlu melakukan rekayasa menguasai MK. Fir’aun asal mau, UU mengikuti kehendaknya.
Cek pula kehidupan Qarun yang memiliki kekayaan di atas Biil Gate, Elon Musk. Tetapi lihat akhir hidupnya, tenggelam ke dalam tanah bersama semua kekayaannya.
Jadi, yang akan kekal hanyalah amal dan ibadah kita, hasil dari iman dan ketakwaan kita kepada Allah SWT.
Dengan beriman kepada yang gaib, kita mampu memandang kehidupan dengan perspektif yang lebih luas. Kita tidak lagi terpaku pada kesenangan duniawi yang sesaat, tetapi fokus pada tujuan hidup yang hakiki: meraih ridha Allah SWT dan kebahagiaan di akhirat.
Untuk Apa Galau?
Oleh karena itu, mengapa kita harus galau dan cemas dengan apa yang terjadi di dunia ini?
Baca Lagi: Bincang Persiapan Kaum Muda di Surabaya
Bukankah semua sudah Allah SWT tetapkan?
Tugas kita adalah menjalani hidup dengan penuh ketaatan dan ketakwaan, yakin bahwa Allah SWT akan memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya yang beriman dan bersabar.
Marilah kita jadikan iman sebagai kompas dalam menjalani kehidupan.
Dengan berpegang teguh pada petunjuk Al-Quran, kita akan menemukan ketenangan dan kedamaian di tengah hiruk pikuk dunia.
Ingatlah, kebahagiaan sejati hanya datang dari Allah SWT, dan hanya iman kepada yang gaiblah yang dapat mengantarkan jiwa kita pada ketenteraman abadi. Kenapa, tidak lain karena semua yang kita lihat, bahkan gunung sekalipun, pada akhirnya akan sirna juga.*