Sore (27/2) menjelang Ashar, saya tiba di Stasiun Depok. Sejak dari Jakarta saya sudah memasang niat, mau sekalian olahraga: jalan kaki. Lumayan, beberapa waktu terakhir saya selalu menyempatkan jalan kaki meski hanya 15 menit. Tapi hujan seperti tak sabar mengguyur bumi. Tak sebentar tapi begitu lama, hingga waktu Ashar berlalu nyaris 50 menit.
Sepatuku pun basah. Mulai terasa berat, menyerap air hingga setiap langkah mengeluarkan bunyi “cik cik” yang mengganggu.
Bagian dalamnya lembap dan dingin, menciptakan sensasi tidak nyaman yang menjalar di seluruh permukaan kaki.
Kaos kaki yang tadinya hangat kini melekat erat di kulit, meninggalkan rasa gatal dan lengket yang sulit diabaikan.
Ujung jari-jari terasa semakin sesak, seolah ruang di dalam sepatu menyusut karena kelembapan.
Setiap gerakan melangkah terasa seperti beban tambahan, membuat kaki ingin segera terbebas dari jeratan ketidaknyamanan ini.
Hujan Kita Tembus, ya, Om
Seperti melepas rindu, hujan lebat lama mengguyur, semakin waktu makin deras dan kencang. Petir tak mau ketinggalan, berulang kali menunjukkan atraksinya.
Ketika bosan mulai menyapa, seseorang yang tepat di hadapanku mengeluarkan suara. “Om, mau ngojek,” katanya.
Saya mengangguk. “Abang, bisa antar,” tanyaku memastikan.
“Loh, ayo, om,” katanya lagi.
Sembari berpikir, saya sudah jadi, Om, kakiku melangkah ke arah bang ojek.
“Bismillah kita tembus, ya, Om,” ujarnya lagi.
Demi Sesuap Nasi
Meski suara hujan menari di gendang telinga dengan kencang, saya tetap coba ngobrol sama Abang Ojek.
“Kenapa Abang mau menembus hujan,” tanyaku dengan suara agak berteriak.
“Demi sesuap nasi, Om. Aku punya anak empat, Om. Saya belum dapat uang hari ini,” katanya.
Dalam hati, penalaranku berjalan. Masya Allah. Luar biasa perjuangan abang ojek ini. Sepanjang jalan ia bercerita bahwa dirinya punya skill driver mobil. Namun, kini ia hanya bisa ngojek.
“Sudah saya hubungi teman-teman, barangkali ada yang butuh driver,” katanya. Ia tak pernah pesimis.
Pertolongan Allah
Setiba di rumah, saya merenung. Betapa Allah begitu mudah menolong hamba-hamba-Nya. Saya berulang kali pesan ojek online, semua menolak. Hujan lebat dan petir, pasti menjadi alasan utama.
Tetapi, ketika saya bosan, tiba-tiba orang di depan saya sendiri yang menawarkan diri mengantarku pulang. Kisah macam apa ini? Rasionalitas manusia pasti mengatakan, ah itu kebetulan.
Tapi tidak. Imanku mengatakan ini bukan kebetulan.
Teringat akan sabda Rasulullah SAW, “Tidak ada seorang pun yang dapat meleset dari takdir yang ditentukan baginya, meskipun ia sangat ingin.” (H.R. Muslim).
Kemudian, buku “Cara Nyata Mempercepat Pertolongan Allah” karya M. Syafe’e el-Bantanie, menuliskan bahwa kalau seseorang punya keyakinan total kepada Allah. Berbagai jenis khawatir dan sedih tidak akan datang. Bahkan solusi Allah hadirkan dengan kehendak-Nya.
Oleh karena itu saya terus berupaya untuk tasbih, tahmid dan istighfar. Karena memang itulah yang harus kita lakukan kala telah mendapat pertolongan Allah.
Menembus hujan deras seperti sore itu, bukan perkara mudah. Apalagi sepanjang jalan, banyak titik tergenang air yang berarus.
Itulah pengalaman luar biasa yang kurasakan. Mengingatkanku akan ucapan Ibn Abi Ad-Dunya yang meriwayatkan hadits dengan sanad Ibnu Mas’ud.
“Seandainya kesusahan masuk ke dalam satu kamar, pasti kemudahan akan ikut masuk juga, sehingga ia masuk bersamanya”.
Saat semua itu kuceritakan kepada istri, “Itu pertolongan Allah untuk suamiku dan pertolongan Allah juga untuk abang ojek”. Subhanallah.*