Home Opini Meneladani Gaya Kepemimpinan Ust. Abdullah Said
Kepemimpinan

Meneladani Gaya Kepemimpinan Ust. Abdullah Said

by Imam Nawawi

Dalam perjalanan dakwah Hidayatullah, nama Ust. Abdullah Said selalu menjadi inspirasi abadi bagi para kader dan santri. Beliau bukan hanya pendiri, tetapi juga sosok yang menanamkan nilai-nilai dasar kepemimpinan yang mendalam.

Lewat kesaksian tiga tokoh senior Hidayatullah—Ust. Latif Usman, Ust. Sarbini Nasir, dan Ust. Husen Kalado—dalam Talk Show Silaturahmi Syawal (12/4), kita dapat ajakan untuk merenungkan gaya kepemimpinan beliau yang sederhana namun luar biasa dalam membentuk generasi tangguh.

Generasi 100%

Ust. Abdul Latif Usman mengaku bahwa Ust. Abdullah Said dalam mengkader diri dan teman-temannya sangat serius. Tak kenal cuaca, waktu dan tempat. “Kami mendapat tempaan sangat serius,” katanya.

Kader Hidayatullah harus siap menjadi generasi 100%. “Dalam ibadah 100%. Kemudian dalam dakwah 100%. Dalam Muamalah 100%,” tuturnya.

Semua itu kata Ust. Latif Usman agar kami sebagai kader Hidayatullah benar-benar bisa tangguh. Punya mental 100% mengharap pertolongan Allah.

Cinta Tanpa Batas: Jiwa Pemimpin Sejati

Ust. Husen Kalado menggambarkan Ust. Abdullah Said sebagai pemimpin yang amat sangat mencintai warganya dan santrinya. “Walaupun orang itu begini dan begini, beliau tetap mencintainya,” ungkapnya.

Bagi Ust. Abdullah Said, setiap individu memiliki potensi besar, meskipun mungkin belum terlihat saat ini. Beliau tidak pernah memandang rendah siapa pun, karena ia yakin bahwa dari mereka santri dan kader akan ada calon penerus perjuangan dakwah.

Ini adalah pelajaran penting bagi kita semua. Sebagai pemimpin atau kader, jangan pernah meremehkan siapa pun. Setiap orang memiliki peran strategis dalam perjalanan dakwah. Dengan cinta yang tulus, kita bisa membangun hubungan yang kuat dan menginspirasi orang lain untuk bergerak maju.

Kedekatan tanpa Jarak: Membumikan Kepemimpinan

Ust. Sarbini Nasir berbagi kesan tentang kedekatan Ust. Abdullah Said dengan para kadernya.

“Beliau tidak memosisikan dirinya sebagai orang yang harus dihormati. Kami bersama beliau seperti teman biasa,” katanya.

Bahkan, tidur satu bantal dan tinggal di mana saja tanpa keluhan menjadi bagian dari kesehariannya. Namun, meski dekat secara fisik, rasa hormat dan taat kepada pemimpin tetap tertanam kuat dalam hati para kader.

Ini adalah teladan yang patut kita tiru. Kepemimpinan bukan soal jarak atau formalitas, melainkan soal kehadiran yang memberikan kenyamanan dan keteladanan.

Pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu mengayomi dan menyayangi, bukan sekadar memberi instruksi. Bagaimana kita bisa menjadi pemimpin yang dicintai karena kedekatannya, bukan karena jabatan atau gelarnya?

Motivasi Melalui Aksi Nyata: Menumbuhkan Semangat Kader

Ust. Husen Kalado menceritakan pengalamannya saat Ust. Abdullah Said meminta ada yang mengantarkan surat ke Gunung Tembak. Tugas ini tampak sederhana, tetapi kala itu bukan perkara ringan. Setelah tuntas melaksanakan tugas. Husen Kalado menghadap Ust. Abdullah Said.

Pria yang ahli orasi, ceramah dan berpidato itu memberikan apresiasi yang luar biasa. “Wah, lebih cepat dari yang saya perhitungkan,” kata beliau dengan nada bangga.

Inilah cara Ust. Abdullah Said memotivasi kadernya: melalui penghargaan atas tindakan nyata. Beliau tidak hanya memberi pujian kosong, tetapi benar-benar mengenali usaha dan hasil kerja keras setiap individu. Dari sini, kita belajar bahwa motivasi tidak harus datang dari kata-kata indah, tetapi dari pengakuan terhadap kontribusi nyata.

Membangun Generasi Pelurus Dakwah

Ust. Husen Kalado juga menyoroti pentingnya membangun generasi pelurus, bukan sekadar generasi penerus.

“Generasi awal mungkin tidak memiliki hafalan dalil-dalil yang banyak, tapi nilai-nilai yang tertanam kuat dalam jiwa mereka membuat mereka menjadi peraga Alquran,” ujarnya.

Ini adalah pesan yang sangat relevan hari ini. Banyak orang fokus pada pengetahuan teoritis tanpa memperhatikan pembentukan karakter. Padahal, yang dibutuhkan adalah kader yang tidak hanya pintar secara intelektual, tetapi juga kokoh dalam akhlak dan perilaku. Nilai-nilai yang tertanam kuat akan menjadi fondasi yang membuat seseorang tetap teguh di tengah badai ujian.

Merawat Idealisme untuk Masa Depan

Pesan tak kalah penting datang dari Ust. Hamzah Akbar, yang menekankan pentingnya merawat idealisme agar tidak kehilangan orientasi.

“Kalau tidak ada aktivitas yang dilakukan untuk merawat idealisme, maka kita akan mengalami kelesuan,” katanya.

Fenomena inkonsistensi dan dualisme adalah ancaman nyata bagi gerakan kolektif. Untuk itu, sistem kepemimpinan dan kultur jamaah harus terus diperkuat.

Gunung Tembak, sebagai simbol persatuan, harus terus dioptimalkan sebagai pusat penugasan kader. Di sinilah nilai-nilai dasar kepemimpinan dan ukhuwah dipraktikkan secara nyata. Jika hal ini hilang, maka disorientasi akan menjadi awal dari kemunduran.

Gaya kepemimpinan Ust. Abdullah Said adalah warisan yang harus kita rawat dan teruskan. Cinta tanpa batas, kedekatan tanpa jarak, motivasi melalui aksi nyata, serta pembentukan karakter adalah kunci untuk membangun generasi tangguh.

Mari kita renungkan:
– Apakah kita sudah menjadi pemimpin yang mengayomi, bukan sekadar memberi instruksi?
– Sudahkah kita merawat idealisme dan nilai-nilai dasar yang menjadi fondasi perjuangan ini?
– Bagaimana kita bisa memastikan bahwa setiap langkah kita membawa manfaat nyata bagi umat?

Yakinlah, dengan cinta, keteladanan, dan komitmen yang kuat, kita bisa menjadi agen perubahan yang membawa rahmat bagi semesta.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment