Idealnya sebuah kebijakan landasannya adalah realitas. Kemudian dinamika masyarakat; mulai dari kebutuhan dasar sampai proteksi menyeluruh. Puncaknya perencanaan yang benar-benar matang, sehingga PPKM dalam penerapannya tidak mendapat banyak “gugatan.”
Tidak banyak mendapat “gugatan” karena nalar publik memang dapat mendudukkannya dengan baik dan benar. Dengan begitu feedback yang muncul atas kebijakan adalah dukungan. Terlebih ini adalah soal jiwa.
Kebijakan idealnya memang bersumber dari kajian mendalam. Lengkap dengan perencanaan matang. Dengan begitu semua elemen yang bertugas mensukseskan benar-benar dapat bekerja dengan baik. Saat itulah kebijakan dapat berjalan efektif.
Akan tetapi, kebijakan akan bagus dan dapat terlaksana, hanya kala sistem yang berjalan benar-benar baik.
Baca Juga: PPKM Darurat Tak Berdaya
Romney dan Steinbart (2015) menjelaskan, sistem, ialah kumpulan dari dua atau lebih komponen yang saling bekerja. Bekerja dan berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu.
Fakta sebagai Pelajaran
PPKM sejak pertama kali berlaku, pemerintah anggap memberikan daya dukung kuat. Utamanya terhadap penurunan angka penularan dan kasus Covid-19.
Kebijakan itu langsung mengurangi mobilitas masyarakat. Meskipun dalam dua pekan pertama belum mencapai target yang pemerintah tetapkan.
Bahkan kali ini pun, PPKM yang mengalami perpanjangan hingga 9 Agustus 2021 juga sama. Dalam rangka meningkatkan capaian yang telah jadi raihan, sehingga angka kebaikan itu dapat terus meningkat.
Namun, di sisi lain, betapa banyak orang yang terdampak kebijakan ini langsung ke jantung kehidupan mereka, seperti kesulitan bekerja, tidak bisa berdagang, dan lain sebagainya.
Pemerintah segera merespon dengan kebijakan bantuan sosial dan vitamin, sangat bagus.
Akan tetapi, apakah ini menyentuh semua masyarakat terdampak? Ini yang secara sistem dan data masih penting pemerintah hadirkan secara tepat dan akurat.
Lebih jauh adalah tentang anak-anak yang belum bisa sekolah secara langsung. Ini juga belum mendapat perhatian khusus. Mengingat, sekalipun sekolah berlangsung secara online, mereka yang di sekolah swasta mau tidak mau harus tetap membayar.
Padahal orangtua sudah terbebani oleh perangkat sekolah, termasuk biaya kuota.
Objektif untuk Kebaikan Semua
Memang dalam situasi pandemi seperti sekarang, semua pihak mesti objektif.
Beda panangan memang tak mungkin terhindarkan, tetapi jangan satu sama lain terkuras energi untuk “baku serang” pernyataan yang tak membawa kebaikan apa pun.
Sebagai rakyat biasa, pemberlakuan PPKM yang diperpanjang ini benar-benar dapat mengurangi penularan Covid-19 sembari tetap memberikan perhatian kepada pihak yang memang seharusnya paling layak dibantu, dikuatkan bahkan dibangkitkan.
Lebih jauh, dari dinamika yang ada, pemerintah dapat belajar lebih serius, bahwa kebijakan sejatinya tidaklah akan dikritik atau ditolak, jika memang dalam sistem yang bekerja benar-benar dapat memberikan jawaban sekaligus solusi konkret pada sisi-sisi yang memang masyarakat terdampak serius, bukan oleh virus, tapi ancaman kelaparan dan gangguan mental serta kesehatan lainnya.
Dan, lebih dari sekedar etika dalam semua unsur terkait penting menjadi landasan di dalam membuat kebijakan, setiap kebijakan hendaknya melibatkan banyak elemen bangsa, sehingga apa yang disebut dengan gotong-royong bisa digelar dalam realita, bukan sekedar jargon yang tidak pernah membumi.
Gotong-royong, berarti pemerintah dalam penerapan kebijakannya melibatkan banyak pihak, sehingga ada ruang dialog, interaksi dan tentu saja evaluasi dan improvisasi.
Baca Lagi: Jangan Bodo Amat
Di samping sisi yang sebenarnya sangat urgen, keteladanan yang sejatinya amat penting. Karena pemerintah akan diikuti manakala kata dan perbuatan benar-benar hadir dalam bukti, bukan narasi yang mewujud dalam bentuk janji yang tak pernah “terealisasi.”*