Mengapa orang tidak yakin akan masa depan dan lebih memilih takut daripada berani? Tidak lain karena mereka belum melakukan yang namanya desain optimisme dalam kehidupannya.
Masa depan akan baik-baik saja kalau kita tahu apa yang harus kita lakukan, baik berupa evaluasi, lebih-lebih langkah perbaikan dari sekarang. Tentu ini hanya berlaku dalam skala pribadi.
Skala bangsa, zona, hingga internasional, tentu kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi.
Namun, sejauh nilai-nilai kebaikan dalam kandungan Islam kita amalkan, selalu saja Allah akan memberikan pertolongan, insha Allah.
Baca Juga: Tiga Langkah Agar Selalu Optimis
Betapapun situasi politik tampak semakin panas, tambah buram dengan adanya tindakan yang tak patut dan sebagainya. Termasuk situasi global yang tak baik-baik saja karena perang yang sedang berkecamuk. Kita tetap punya tugas pribadi, yaitu tetap menjadi optimis.
Kekuatan Nabi Allah
Menjadi pribadi optimis, ilmu saja tidak cukup, apalagi yang baru sebatas teori dan pengetahuan. Butuh kekuatan iman, syukur kalau punya pengalaman.
Pada tahap ini kita perlu belajar kepada Nabi-Nabi Allah.
Jika ada masalah, kesulitan dan ketidakbahagiaan, maka jangan mengeluh kecuali kepada Allah.
Itulah teladan dari Nabi Ya’qub as. “…Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku…” (QS. Yusuf: 86).
Dalam situasi sulit dan tak ada harapan, mintalah kepada Allah. Seperti teladan dari Nabi Musa as.
“…Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (QS. Al-Qashash: 24).
Mengadukan kondisi diri kepada Allah adalah wujud dari kesabaran, bahkan kesabaran sejati.
Allah tidak memberikan ujian, melainkan Allah ingin mendengarkan pengaduannya kepada-Nya.
Ketika kita berhasil melakukan itu, maka kita bukan saja berhasil memelihara optimisme dalam diri, kita bahkan mampu menjadi pribadi yang arif.
Karena orang yang arif itu tidak mengadu kecuali kepada Allah.
Langkah Konkret
Menjadi optimis setelah hadir dalam kesadaran, langkah berikutnya adalah melangkah dengan nyata.
Hidup sulit, tantangan dan rintangan yang menghadang kala kita ingin kebaikan, maka itu adalah kewajaran. Hadapi dengan suka cita.
Dan, sifat dunia memang tempat bagi manusia untuk bekerja keras dan hidup penuh perjuangan. Sekiranya dunia ini memang tempat yang mudah untuk kebaikan, Allah tak perlu menghadirkan Nabi dan Rasul sebagai teladan.
Baca Lagi: Lihai Menyiasati Waktu
Sekarang, merenunglah walau 5 menit. Perhatikan apa yang jadi peluang untuk kita menjadi lebih baik. Begitu kita menemukannya, tangkap dan jadikan kekuatan. Insha Allah kebaikan masa depan akan Allah hadirkan.*