Gerimis turun sore kemarin (28/3/24) di Taman Mini Indonesia. Tepat di parkiran Indonesia Science Center saya sudah menunggu kedatangan Kang Maman. Saya menyediakan payung untuk Kang Maman agar tak kebasahan. Tak lama kemudian, setiba di area acara bersama anak-anak yatim, Kang Maman tampak berulang kali menyeka air mata, setelah itu kembali membuka kacamatanya dan kembali menyeka air matanya. Kang Maman tak mampu membendung tangisnya. Lalu berkata kepadaku, “Bertemu anak-anak yatim ini sama dengan membasuh hati.”
Saya pun hanyut dalam perasaan Kang Maman yang begitu tajam empatinya kepada sesama. Apalagi kala sambutan Kang Maman mengatakan bahwa dirinya kembali bertemu dengan masa kecilnya sebagai anak yatim.
Baca Juga: Kasih Sayang Allah
“Ditinggal orang tua bukan sesuatu yang mudah. Betul, tetapi ketika saya mendengar kisah seorang yatim yang berada di satu pojok dan tidak bergabung dengan anak-anak, Rasulullah SAw mendekati dan kemudian menaruh anak yatim itu di pundaknya. Kemudian bilang, sejak saat itu Rasulullah-lah orang tuanya.”
Nabi Mencintai Anak Yatim
Kisah dari Kang Maman itu membuatku semakin memaknai mengapa Rasulullah SAW mencintai anak yatim. Tidak lain karena dengan itulah iman menjadi tersirami dengan energi Ilahiyah.
Untuk apa Allah menjadikan seorang anak yatim, tentu ada maksud. Maksud yang paling utama adalah agar kita bisa merasakan nikmat iman, lalu bersyukur dan berbagi kebahagiaan.
Ilmu, harta dan energi yang bisa kita bagi dengan anak-anak yatim, jangan disimpan. Berikan, bagikan dan sebarkan.
Kisah bahwa Nabi langsung mengatakan kepada seorang anak yatim, mulai hari ini orang tuanya adalah beliau SAW adalah bukti, bahwa secepatnya lah kita membantu anak-anak yatim. Jangan tunda, jangan ragu dan jangan menunggu-nunggu.
Jadi, siapa yang mengikuti Nabi SAW, mencintai Nabi, maka jelas dia adalah orang yang benar-benar mencintai apa yang Nabi SAW cintai. Oleh karena itu dalam sebuah hadits, orang yang mengurus anak yatim, kata Nabi dekatnya sama dengan posisi dua jari tengah kita semua.
Getaran
Saya sendiri juga merasakan pengalaman nyata, bagaimana setiap bertemu anak-anak yatim selalu ada getaran.
Baca Lagi: Menuhankan Apa?
Saat gempa melanda Palu beberapa tahun silam, saya sempat mengirim bantuan ke sebuah desa.
Disana ada kakak beradik yang merupakan anak yatim. Menyaksikan itu empati saya langsung tersengat. Tak ada yang bisa kuberikan kecuali beberapa uang terbatas yang kuharap bisa menghibur hatinya.
Selepas kejadian itu saya merasakan betapa Allah Maha Kuasa dan Maha Memberikan Ilmu kepada manusia.
Dalam pandangan sosial, anak-anak yatim seakan kurang beruntung. Namun dalam tinjauan spiritual anak-anak yatim itu sedang Allah tempa menjadi pribadi kuat mental dan spiritualnya. Namun, sebagai sesama manusia, Allah menghendaki kita yang mampu jangan pernah meninggalkan anak-anak yatim.
Dari sana Allah buka keridhaan-Nya. Dan, dari mencintai anak-anak yatim, Allah nantikan siapa yang berharap kemuliaan sejati.*