Home Artikel Menciderai Akal Membunuh Nurani
pemimpin hebat spirtualitas kuat akal sehat nurani hidup

Menciderai Akal Membunuh Nurani

by Mas Imam

Indonesia memang seakan sedang terbang jauh ke sebuah alam yang menjadikan hampir banyak orang tercengang dan bertanya, benarkah ini Indonesia. Kemana akal sehat, kemana hati nurani?

Satu sisi negeri ini masih dilanda wabah, varian virus baru hasil mutasi juga telah masuk Indonesia. Namun di sisi lain, pergerakan kehidupan bangsa, yang kalau kita fokus pada fenomena partai politik seperti jalan di tempat bahkan melangkah ke belakang.

Baca Juga: Gapai Hidup yang Indah

Ternyata cara sebagian elit negeri ini, terutama yang berkelindan dalam dunia politik dan kekuasaan, belum move on dengan tuntutan kehidupan rakyat dan kondisi faktual yang melanda bangsa dan negara. Miris, tapi inilah kejadian, masih hangat, heboh dan menggemparkan.

Wabah Idealnya Muhasabah

Seorang guru pernah mengatakan kepadaku, “Orang tidak akan bertindak melampaui apa yang dipikirkan.”

Fenomena yang kerap mengambil ruang dan perhatian publik belakangan selalu identik dengan politik. Ya, para tokoh-tokoh politik belakangan kerap mewarnai media massa dan media sosial.

Bisa dikatakan, sebagian elit politik memang punya pikiran jauh ke depan, setidaknya di 2024 dengan segenap agenda yang hendak digapainya. Karena itu beragam manuver yang orang awam pastinya relatif kesulitan memahami fenomena ganjil yang terus terjadi.

Jika memang, para elit yang notabene memimpin arah kebijakan politik negeri ini punya pikiran membawa rakyat survive di dalam menghadapi wabah, tentu warna-warni yang kita sayangkan itu tidak perlu terjadi.

Jadilah Pemimpin Berarti

Jadilah Pemimpin Berarti

Tetapi, bagaimana mungkin mereka berpikir kepada soal survive di tengah wabah jika jalan pikirannya memang hanya diisi oleh pretensi, ambisi dan beragam hal yang semakin menciderai akal sehat dan membunuh nurani.

Dari kasus yang melanda Partai Demokrat belakangan kita bisa merenung lebih mendalam, bahwa untuk urusan survive wabah, itu tampaknya bukan urusan yang dianggap penting oleh sebagian elit partai dan penguasa. Alih-alih mau muhasabah di tengah wabah, mereka semakin menunjukkan perilaku yang semakin rendah.

Bangkitkan Budaya Berpikir

Seperti pesan guruku di atas, bahwa orang tidak akan bertindak melampaui pikirannya, maka sudah seharusnya generasi muda bangkit dengan membangun budaya berpikir yang baru, yang dapat membawa bangsa ini lebih baik.

Bagaimana budaya berpikir itu? Pertama, soal partai politik dan kekuasaan, kita harus memiliki pemahaman sejarah yang memadai serta kemampuan menganalisis dinamika kehidupan ke depan.

Langkah ini perlu agar kita tidak terus menerus kehilangan momentum dengan ribut-ribut yang tidak perlu, sekalipun itu dimainkan oleh media.

Kedua, partai politik yang akan kita pilih ke depan, pastikan yang dipimpin oleh sosok tokoh yang memiliki integritas dan terbukti banyak membela dan mengutamakan hak rakyat. Jangan yang asal poles, apalagi yang sekedar dipuja-puji oleh media.

Ketiga, sekalipun soal program kerja kandidat pemimpin dalam sistem pemilu kita disusun oleh tim pemenangan dan didesain dengan sedemikian cantik, tetap kita harus melihat secara objektif.

Baca Juga: Kepemimpinan Tidak Gratis

Jangan lagi terjebak pada arus yang menjadikan kita mendukung secara membabi buta satu calon dan membenci secara membabi buta calon lain. Inilah yang selama ini menguras energi dalam bentuk saling hujat di dunia maya. Kita tidak boleh lagi terus begitu.

Jika langkah-langkah di atas bisa kita wujudkan, maka sebagian generasi bangsa mulai masuk babak baru dengan hadirnya budaya berpikir. Dari langkah konkret di atas, ke depan kita berharap, negeri ini benar-benar dipimpin oleh sosok pemimpin yang memiliki akal sehat, hati nurani dan tentu saja cinta kepada rakyat. Insha Allah.*

Mas Imam Nawawi_Perenung Kejadian

 

 

Related Posts

Leave a Comment