Salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh generasi milenial dan gen Z saat ini adalah dominasi perangkat digital dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menjadikan orangtua menghadapi tantangan tersendiri, yakni bagaimana tetap mampu menanamkan nilai kepedulian di era gadget seperti sekarang.
Saya baru-baru ini mendengarkan diskusi menarik antara Mas Imam Nawawi dan Pemred Majalah Sahid, Ahmad Damanik di channel Youtube Majalah Sahid.
Tema pembicaraan mereka adalah bagaimana menanamkan nilai-nilai empati dan kepedulian dalam diri anak-anak di era digital ini.
Baca Juga: Hanphone Ringan di Dunia Tapi Berat di Akhirat, Kok Bisa?
Sudah menjadi rahasia umum bahwa gadget telah mengambil alih peran penting dalam pendidikan dan sosialisasi anak-anak. Namun, yang mengkhawatirkan adalah bagaimana gadget telah menggantikan fungsi dasar orang tua dalam mendidik dan membina anak.
Problem Kontemporer di Era Digital
Anak-anak, khususnya pada usia 0-6 tahun yang merupakan fase ‘golden age’, kini terpapar dengan dunia maya jauh lebih awal dibandingkan generasi sebelumnya.
Ketika anak lebih sering berinteraksi dengan layar daripada manusia, kita mulai melihat dampak negatifnya.
Kurangnya interaksi sosial menyebabkan mereka pasif dalam berbicara, tidak peduli dengan lingkungan sekitar, serta adanya degradasi moral dan nilai intelektual.
Sebuah studi menunjukkan bahwa anak yang menghabiskan lebih dari 3 jam sehari di depan gadget memiliki risiko 30% lebih besar untuk mengalami masalah perilaku.
Dengan berkurangnya interaksi langsung dengan orang lain, mereka kehilangan kesempatan untuk belajar empati dan kepedulian.
Saran Solusi
Meskipun tantangan ini tampak besar, ada beberapa cara yang bisa orang tua lakukan untuk menavigasi era digital ini dengan bijaksana.
Sebagai langkah awal, penting bagi orang tua untuk membatasi waktu layar anak. Kemudian memastikan bahwa mereka memiliki cukup waktu bermain interaktif dan belajar dari interaksi langsung.
Salah satu pendekatan yang saya sarankan adalah dengan mempertimbangkan untuk memasukkan anak ke pesantren.
Di sana, anak-anak akan mendapat pendidikan nilai-nilai iman dan Islam yang kental.
Tentu saja, hal ini bukan berarti pesantren menjadi solusi mutlak, tetapi setidaknya dapat membantu mengimbangi dominasi gadget dalam kehidupan anak.
Baca Lagi: Yang Membahagiakan
Namun, yang paling penting adalah komitmen orang tua untuk terus berkomunikasi dan terlibat secara aktif dalam pendidikan dan perkembangan anak-anak mereka.
Hanya dengan keterlibatan aktif dari orang tua, kita dapat memastikan bahwa anak-anak kita tumbuh menjadi individu yang peduli, empatik, dan beretika di tengah arus digital yang kian deras dan mungkin destruktif bagi sebagian besar anak-anak Indonesia.*
Unaisah Dosen STIS Hidayatullah Balikpapan