Home Artikel Memimpin Diri Sendiri, Bagaimana Caranya?
Memimpin

Memimpin Diri Sendiri, Bagaimana Caranya?

by Imam Nawawi

Siapa yang tak kenal Rhoma Irama. Orang mengetahuinya sebagai penyanyi. Tapi ia pemusik yang juga bisa memimpin grup musik. Tak banyak musisi bertalenta seperti Rhoma. Tetapi, mengapa Rhoma bisa memimpin dalam dunia musik? Jelas jawabannya, karena Rhoma mencintai musik. Lalu apa korelasinya dengan memimpin diri sendiri?

Cara menjadi pemimpin memang seseorang harus ahli dalam bidang tertentu. Jadi, kalau Rhoma membuat partai politik dan berharap bisa jadi layaknya Megawati, jelas itu bukan bidang Rhoma. Popularitas Rhoma siapa yang tidak paham. Akan tetapi soal politik jelas berbeda dengan perkara musik.

Bahkan baru-baru ini, saat Arsenal membungkam Real Madrid 3:0, tendangan free kick dari Declan Rice tercipta begitu indah. Tahu itu tendangan ke berapa? Ia baru bisa menendang secantik itu setelah bermain 338 kali.

Apakah ada keberhasilan yang instan? Ke depan, Declan Rice sepertinya akan jadi legenda bola dengan tendangan bebas yang sangat indah. Itu pun kalau Rice mau dan mampu menjaga konsistensi tendangannya.

Lebih jauh, para Nabi dan Rasul oleh Allah diutus untuk memberi dakwah kepada kaumnya. Kenapa kaumnya, karena itulah yang paling Nabi dan Rasul pahami. Nanti pada masa Nabi Muhammad SAW, misi dakwahnya adalah rahmatan lil ‘alamin.

Begitu pula kalau seseorang ingin mampu memimpin dirinya sendiri. Ia harus menjadi apa yang paling ia sukai. Misalnya, Karni Ilyas, tidak lagi di TV One, Indonesia Lawyers Club tetap jalan secara mandiri. Terang, Karni Ilyas memang ahli dan patut memimpin pada bidang atau acara itu.

Gus Baha, terasa enak dalam dakwahnya, ringan dan menggembirakan. Itu karena beliau memang ingin memberi arahan dan wejangan kepada orang yang hidupnya penuh perjuangan. Tapi kadang kala merasa sumpek dan seolah-olah Islam tak memberi ruang. Maka dalam hal dakwah yang seperti itu, Gus Baha pemimpinnya.

Bagaimana Memulai Memimpin Diri?

Sekarang, mulailah untuk menemukan fokus pada bidang yang kita sukai. Saya suka menulis, maka saya pernah menjadi pemimpin redaksi sebuah majalah sejak 2013 – 2022. Sampai sekarang saya selalu mampu meluangkan waktu untuk menghasilkan tulisan. Jawabannya sederhana, karena saya suka menulis. Saya bisa mengelola waktu dan tenaga untuk membaca lalu menulis.

Sesekali, sebelum tidur cobalah untuk bisa menemukan panggilan atau minat terbesar kita, lalu mengembangkan kemampuan di bidang itu. Apakah itu olahraga, tim kerja, atau bahkan komunitas tertentu.

Selanjutnya berlatih memimpin diri sendiri. Sebelum bisa memimpin orang lain. Langkahnya bisa kita mulai dengan memahami siapa diri kita, apa kekuatan dan kelemahan kita, serta bagaimana kita bisa memberikan kontribusi terbaik.

Prinsipnya, untuk mampu memimpin diri sendiri, kita perlu terus belajar dan mengasah kemampuan agar menjadi “pemimpin” di bidang yang kita geluti.

Kemudian satu hal perlu kita ingat, jangan merasa bisa semua. Jangan berlebihan meluaskan fokus. Kasus Rhoma Irama tidak akan berhasil jika tiba-tiba beralih ke dunia politik seperti Megawati, karena itu bukan bidangnya. Ini menunjukkan pentingnya fokus pada satu hal yang kita kuasai, alih-alih mencoba melakukan banyak hal tanpa keahlian yang mendalam.

Setelah itu kita perlu secara rutin mengevaluasi kemajuan kita. Apakah kita sudah berada di jalur yang benar? Apakah kita masih konsisten dengan tujuan awal kita?

Nikmatilah

Proses kesana jelas tidak mudah. Orang sering mendorong kita harus berani keluar dari zona nyaman. Mau bisa memimpin diri sendiri artinya kita siap memperjuangkan sesuatu. Entah itu capaian, cita-cita atau bahkan karakter dan identitas.

Tapi sepahit apapun, nikmatilah. Terlebih kalau kita sudah tahu apa potensi terbaik dalam diri kita. Kemudian apa aktivitas positif yang kita dalam melakukannya tidak perlu stimulus tertentu. Langsung mau melakukannya secara ajeg.

Pendek kata, kalau mau bisa memimpin diri sendiri, kita harus tahu. Meminjam istilah Cak Nun, kalau kamu tipe ayam, maka tidak perlu ingin bisa terbang laksana burung. Pun kalau kita burung, tidak perlu berkehidupan layaknya ayam.

Setiap manusia itu unik dan cerdik. Tinggal seperti pisau di dapur, kita sering mengasahnya atau membiarkannya berkarat.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment