Ketika bertemu kaum muda yang masih menuntut ilmu di perguruan tinggi, saya selalu mendorong mereka mampu menjadi sosok yang selalu berhasil memberi makna hadikan energi.
Baca Juga: Rumusan Aksi Pemenangan
Seperti yang saya sampaikan kepada Mahasiswa STAIL semester tiga bakda shubuh tadi di Surabaya (25/10).
Bahwa sejatinya hamparan sejarah yang begitu luas dan kaya, hanya akan menjadi energi kekinian yang dibutuhkan dan dapat memberikan jalan keluar bagi tantangan yang dihadapi, hanya ketika semua itu dimaknai dengan baik, dengan ismurabbik.
Seperti sejarah Bilal bin Rabah, yang bertahun-tahun hidup sebagai budak, begitu iman hadir di dalam dirinya, ia berubah menjadi sosok superior, bahkan tangguh, walau harus menghadapi siksaan tidak manusiawi untuk mempertahankan iman.
Komitmen Ulama
Makna akan iman yang harus diejawantahkan dalam kehidupan dengan ketangguhan mental dijalankan pula oleh Imam Syafi’i.
Ketika kecil, beliau bukan orang berada, sehingga begitu banyak keterbatasan secara fasilitas yang dihadapi. Tetapi semua itu tidak membendung semangat menuntut ilmunya.
Ada pelepah daun kurma di situ dia menulis. Ada tulang belulang, di situ beliau menulis. Ada apapun yang bisa dijadikan “buku” selalu dijadikan “buku catatannya.”
Mengapa hal itu bisa dilakukan oleh Imam Syafi’i? Terlepas dari soal nasab dan masa hidupnya yang menjadi ulama besar, ada pengorbanan dan ketangguhan mental yang nyata dan menyala-nyala di dalam dirinya.
Sehingga keterbatasan bukan celah untuk mengesahkan keluhan. Tetapi itu sebagai cambuk untuk terhindar dari sikap cengeng dan mudah menyerah.
Bagaimana dengan Kita?
Pertanyaan sekarang, apa yang akan kita lakukan?
Jika memang memilih menjadi pengusaha, maka jadilah pengusaha seperti Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf.
Sebagian besar hartanya dibelanjakan untuk kemajuan dan kemenangan umat Islam. Bukan sebatas mengumpulkan aset, aset dan aset untuk pribadi.
Jika pilihannya menjadi pendidik, maka jadilah pendidik yang hebat dengan hadir sebagai murobbi yang menghidupkan gairah dan mental juang peserta didiknya.
Demikian pun kala memilih untuk dakwah dengan youtube, media sosial lain atau apapun, maka jalankan itu seutuhnya untuk mendapat ridha Allah.
Baca Lagi: Menyadari Diri Sebagai Manusia
Jangan pernah berpikir sisi pragmatis, karena tidaklah satu kebaikan, melainkan pasti akan Allah balas dengan kebaikan-kebaikan dari sisi-Nya.
Kita tidak tahu itu berupa apa dan kapan, tetapi Allah pasti memberikan balasan terbaik. Jadi, mari terus hadirkan makna agar hidup lebih berenergi.*