Belakangan saya mendapat amanah melakukan mentoring terhadap sejumlah guru, namanya halaqah yang rutin kami lakukan setiap Rabu. Kegiatannya pun fokus, yakni membedah buku. Membedah buku setiap Rabu (malam).
Bedah buku memberi manfaat besar bagi pemapar sekaligus pendengar.
Mulai dari peningkatan antusiasme dalam membaca, melatih diri dalam public speaking. Dan, keterampilan diri merespon sanggahan, pertanyaan atau yang lainnya dari audiens secara tenang, tajam dan mencerdaskan.
Alhamdulillah telah dua buku sukses kami bedah.
Baca Juga: Membaca Penting Membaca Asing
Pertama adalah buku karya KH Gus Mus, “Melihat Diri Sendiri.” Kedua buku karya M. Ardiansyah “Adab dalam Pendidikan.”
Dari kegiatan bedah buku itu, hampir semua guru merasa dirinya belum cakap dalam membaca secara komprehensif.
Namun selalu saya tegaskan, tidak ada capaian hebat tanpa proses yang kita tekuni secara terus-menerus.
Padukan Intelektual-Spiritual
Membaca memang kata yang masih global secara makna.
Kalau kita tanya kepada orang, apa itu membaca, maka umumnya akan memberikan penjelasan perihal orang yang memegang buku dan membukanya.
Namun, saya selalu sampaikan, membaca berbeda dengan melihat-lihat.
Membaca itu secara prinsip adalah memadukan kekuatan intelektual dan spiritual dalam diri secara bersamaan.
Jadi, kalau orang benar membaca, usai melakukan aktivitas yang merupakan perintah pertama dalam Alquran itu, seseorang akan memiliki pemahaman segar, energi baru, dan optimisme yang lebih lengkap.
Sebagaimana orang-orang kafir yang tercerahkan oleh hidayah pada masa Rasulullah SAW. Mereka ketika memadukan intelektual dan spiritualnya kemudian mendengar bacaan ayat Alquran, seketika terguncang, sadar, kemudian menyatakan diri masuk Islam.
Begitu kira-kira gambarannya tentang apa itu membaca.
Pendek kata, orang yang rajin membaca akan seperti handphone yang telah di charge sampai 100%, bisa digunakan sepanjang hari untuk beragam keperluan komunikasi dan dokumentasi.
Teladan
Mengapa bedah buku? Ini penting jadi pertanyaan. Tidak lain karena secara profesi, mereka adalah guru. Saya sendiri juga pernah menjadi guru dan dosen. Walau sekarang tugasnya wira-wiri ke lapangan.
Seorang guru akan berhasil membentuk karakter murid yang gemar membaca, hanya ketika ada keteladanan dari sang guru itu sendiri.
Baca Lagi: Langkah Membaca untuk Memahami
Awal menjadi guru di MA Hidayatullah Depok pada 2008-2010, saya selalu menempa seluruh murid harus membaca, bahkan kita ciptakan reading day kala itu.
Setengah dekade setelah itu, datang seorang murid yang telah lulus kepadaku.
“Kak, (begitu mereka memanggil saya sebagai gurunya) jujur saja. Awal kakak datang dan mengajar kami dahulu, saya dan teman-teman jengkel sekali.
Kenapa setiap hari selalu yang disampaikan baca buku, baca buku. Sekarang saya menyadari dan merasakan manfaat langsung, bahwa membaca buku itu memberikan keuntungan.”
Kalau para guru malas membaca, teori apapun dalam sistem pendidikan coba orang hadirkan, hasilnya akan nol.
Jadi, bedah buku adalah strategi baik untuk memacu diri tekun membaca demi lahirnya murid-murid yang gila membaca.*