Jumat (21/1) saya berkesempatan hadir menjadi moderator dalam gelaran Seminar Peradaban Islam bertajuk “Membangun Masyarakat Madani Menuju Kota Berperadaban”. Acara ini merupakan gawe dari DPW Hidayatullah DKI Jakarta.
Hadir sebagai narasumber, Sekum MUI DKI Jakarta, KH. Yusuf Aman yang juga aktif di Mustasyar NU DKI Jakarta. Kemudian Direktur LSIPP Ustadz Suharsono yang juga seorang youtuber dengan beragam analisis tajamnya tentang beragam hal fenomenal dan persitiwa yang terjadi di dalam maupun luar negeri.
Baca Juga: Islam sebagai Peradaban
Kedua narasumber tampak sangat rileks di dalam memaparkan materinya perihal peradaban. Selain murah senyum kedua wajah pemateri ini amat sejuk dipandang. Mereka benar-benar seperti memancarkan mata air optimisme bagi segenap hadirin.
Seperti Pohon
KH. Yusuf Aman menjelaskan bahwa peradaban tak ubahnya sebuah pohon. Oleh karena itu kala ingin memahami dan membangun peradaban Islam kuncinya ada pada pemahaman sejarah yang asal katanya syajarah (pohon).
Pemahaman sejarah peradaban Islam pun harus fokus pada pembentukan pandangan hidup, sikap, pola pikir dan manhaj dalam ber-Islam.
Peradaban Islam memang seperti pohon, dari bibit, tumbuh, muncul batang, cabang dan ranting, kemudian berbuah dan besar lalu menua dan tumbang.
Akan tetapi, peradaban Islam adalah peradaban yang tak pernah mati. Ia tumbuh, berkembang dan jatuh di satu tempat, di tempat lain tumbuh, berkembang dan jatuh, lalu menyusul di tempat yang lain. Itu berarti peradaban Islam adalah peradaban yang tak pernah mati, ia terus tumbuh di setiap tempat dan waktu.
Hal itu, kata KH. Yusuf Aman karena Islam adalah ajaran yang sempurna, sehingga Islam tidak pernah ketinggalan zaman. Islam selalu hadir memberi solusi dari setiap permasalahan zaman.
Mukjizat Nabi Muhammad
Jika para Nabi dan Rasul terdahulu mendapatkan mukjizat berupa keajaiban yang temporer, maka Nabi Muhammad SAW memiliki mukjizat sepanjang masa melalui Alquran.
Kemukjizatan itu secara empiris dipandang sangat baik oleh Fritjof Schuon seorang filosof dari Swis. Dan, itulah yang Ustadz Suharsono jelaskan dengan begitu apik dan menarik.
Jika diukur dengan rentang waktu yang ditempuh (23 tahun) dan sedikitnya sarana serta fasilitas yang ada, tapi kemudian mampu membangun satu tatanan masyarakat bernilai, beradab dan canggih, maka tidak satu pun orang yang bisa menandingi prestasi Muhammad.
Peradaban Islam memang tentang membangun manusia. Oleh karena itu di masa Rasulullah SAW kebaikan hadir di setiap sisi kehidupan karena adanya manusia-manusia beriman.
Oleh karena itu Hidayatullah memandang bahwa definisi peradaban ialah manivestasi iman di dalam setiap aspek kehidupan.
Jadi, membangun peradaban Islam itu sederhana, yakni mengikuti tata cara hidup Rasulullah Muhammad SAW itu sendiri.
Baca Lagi: Pelajaran dari Perjalanan ke Kampus Peradaban
“Jika kita bisa meneladani Rasulullah SAW (tentu saja tidak sebatas dalam hal jenggot, disambut tawa hadirin) dalam hal cara pandang, maka di dunia ini kita akan mampu menghadirkan akselerasi gerakan dakwah yang dapat mendorong tegaknya peradaban Islam,” tegas Ustadz Suharsono.
Ustadz Suharsono pun mendorong dakwah melalui Rumah Qur’an harus kuat dan massif. Karena memang sumber dari peradbaan Islam adalah Alquran. PR yang harus segera terjawab adalah bagaimana para guru-guru Rumah Qur’an memahami bahwa membangun peradaban Islam itu penting dan harus menjadi ruh dalam setiap dakwah dan tarbiyah yang dijalankan.*