Dirjen Kesehatan masyarakat Kemenkes menuturkan bahwa pandemi Covid 19 telah sebabkan 64,3 persen orang mengalami masalah sosial ekonomi, yang juga menimbulkan kecemasan, ketakutan, tekanan mental dan sebagainya. Sebuah bukti bahwa membangun kesehatan mental juga perkara utama.
Gangguan mental merupakan kondisi yang mengganggu pemikiran, perasaan, perilaku dan suasana hati seseorang secara signifikan dan berkelanjutan.
Baca Juga: Pemuda itu Soal Mental dan Karakter
Sehari lalu saya kedatangan seorang pemuda, masih semester VI dalam perkuliahan jurusan ekonomi. Ia mengatakan bahwa seringkali, saat malam tiba, ia mengalami kecemasan luar biasa.
Lebih jauh, pemuda itu mengaku juga merasa hidup tidak ada gunanya. Perasaan itu muncul ketika ingat kondisi orang tua yang semakin lemah, sedangkan ia belum bisa membantu secara ekonomi.
“Saya belum punya pekerjaan yang bagus, Mas,” tegasnya.
“Jadi, kalau malam, saya kerjanya scrolling TikTok saja,” tambahnya, mencurahkan isi hatinya.
Kecemasan
Laporan Kompas, 10 Juli 2023, kecemasan menempati angka paling tinggi, dari depresi, stres pasca trauma dan masalah perilaku.
Laki-laki yang cemas mencapai 25,4% dan perempuan yang terserang kecemasan sebanyak 28,2%. Hal itu berdasarkan survei yang dilakukan kepada 5.664 pengasuh utama-remaja berusia 10-17 tahun di 34 provinsi pada 8 Maret – 30 November 2021.
Sekarang kita bayangkan saja, kalau mereka yang sekarang 17 tahun, sewindu lagi berusia 25 tahun. Kemudian mereka menikah dengan pasangan yang kira-kira sebaya. Lalu memiliki anak dan kecemasan masih menjadi penyakit dalam mental mereka, generasi seperti apa yang akan lahir?
Tentu saja itu pertanyaan logis. Dan, manusia memang mampu menganalisa secara logika.
Sebagai informasi umum, kecemasan lahir karena adanya rasa atau bahkan realita berupa ketidakpastian. Kondisi itu membuat orang takut akan masa depan. Terlebih kalau tidak ada peluan pekerjaan, layanan pendidikan, kesehatan dan kemakmuran.
Jadi, dalam hal ini, peran pemerintah memastikan aspek kehidupan yang vital sangat strategis. Tentu saja, semua pihak tetap bisa mengambil peran.
Mengingat masalah kesehatan mental ini menyerang banyak anak muda, organisasi kepemudaan pun penting memahami dan menyajikan pola mengatasinya secara sistematis dan masif.
Perteguh Iman
Dalam sisi yang lain, pribadi kaum muda sendiri, terutama yang menyadari dirinya terkena gangguan mental, seperti cemas, overthinking dan lainnya juga harus punya kesadaran melakukan terapi langsung, yakni dengan memperteguh keimanan kepada Allah Ta’ala.
Baca Lagi: Menghadirkan Gagasan dan Perjuangan Ustadz Abdullah Said
Bagaimana kita tidak memperteguh iman, sedangkan alam semesta ini ada dalam genggaman Allah. Masalah besar apapun dalam pandangan manusia, itu adalah kecil dan mudah bagi Allah mengubahnya menjadi kebaikan.
Namun, dalam hal ini, sebagaimana para Nabi dan Rasul, kita harus punya tekad untuk bangkit. Tunduk dan patuh kepada Tuhan, mulai dari ibadah hingga pergaulan.
Fokuskan pikiran kepada usaha untuk banyak bersyukur dan bersabar. Keduanya adalah bahtera terbaik untuk mengisi kehidupan dunia yang memang penuh dengan ketidakpastian.
Namun, siapa beriman dan beramal sholeh, insya Allah, dalam ketidakpastian hidup itu, kita akan bertemu kepastian, yakni pertolongan Allah Ta’ala. Bangkitlah kaum muda. Silakan cemas, tapi jangan kalah apalagi berhenti beramal sholeh.*