Home Berita Membangun Arus dengan Pelatihan Jurnalistik
Membangun arus menulis generasi muda

Membangun Arus dengan Pelatihan Jurnalistik

by Mas Imam

Pemuda Hidayatullah sejak 2020 lalu hadir dengan satu program sederhana yang ditargetkan menjangkau semua daerah di Tanah Air, yakni SAKOTULIS.

SAKOTULIS merupakan akronim dari “Satu Kabupaten, Satu Kota, Satu Penulis.”

Realisasi dari program ini adalah dengan kegiatan training jurnalistik.

Harapannya sederhana, di setiap daerah minimal ada satu orang yang menekuni dunia tulis-menulis ini, minimal tulisan dalam bentuk jurnalistik.

Baca Juga: Jangan Lelah Belajar, Menulis dan Menebar Kebaikan

Untuk kegiatan ini biasa turun sebagai narasumber saya sendiri dan kolega, saya, Bang Ainuddin Chalik.

Namun, beruntung di lokasi terbaru yang digelar Pemuda Hidayatullah Tegal ada senior Pemuda HIdayatullah yang saat ini bertugas di Jawa Tengah, yakni Bang Yusran Yauma, maka beliau menjadi narasumber dalam training jurnalistik paling anyar ini.

Arus Literasi

Bang Yusran Yauma menilai bahwa kegiatan ini harus lebih diperkuat, mengingat tidak sedikit anak muda yang merasa sudah “berbuat” atau bahkan “eksis” hanya dengan menumpahkan idenya di media sosial.

“Tentu ini tantangan tersendiri. Sebab menulis di media sosial dengan di media massa, terlebih dalam bentuk jurnalistik ada kaidah yang harus diikuti, sehingga lebih mengasah dan memberi arti. Kita perlu dorong mereka agar mampu menulis jurnalistik standar media massa, walaupun itu dituangkan pada akun-akun mereka,” tuturnya.

Tetapi, itu adalah sisi ideal atas respon faktual di lapangan. Secara prinsip, training ini akan menjadi arus bahkan harus bisa menjadi arus literasi kaum muda.

Sebab pada dasarnya segala kekuatan yang mendominasi berangkat dari latihan kecil yang dilakukan secara konsisten dengan niat dan visi yang benar-benar universal.

Training ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran bahkan kemauan untuk aksi dalam gerakan literasi Tanah Air, sesederhana apapun itu.

Menulis sebagai Jalan Perjuangan

Pada kesempatan itu saya mengambil ruang dalam diri manusia yakni batin, pemikiran dan semangat perjuangan.

Bahwa menulis bukan soal berapa tulisan yang dihasilkan, tetapi untuk apa menulis, dalam rangka apa, dan mengapa harus menulis.

Semua jenis pertanyaan mendasar itu penting dijawab sejak dini agar niat dan energi di dalam menulis tidak terpengaruh oleh kondisi eksternal.

Ada orang bisa menulis 30 hari berturut-turut karena ikut pelatihan. Tetapi, usai pelatihan, ia berhenti menulis di hari-hari berikutnya. Karena tidak sedang dalam training.

Menulislah karena Allah Ta’ala. Menulliskan karena ini jalan hidup para ulama, para intelektual, para cendekiawan, dan sosok-sosok yang peduli terhadap kemajuan umat, bangsa dan negara.

Baca Juga: Menulis itu Memulai

Seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Bukhari, Imam Ghazali, dan ulama lainnya, mereka semua menulis karena ingin “menolong” agama Allah.

Jika kesadaran seperti ini yang tumbuh, maka menulis itu akan jadi kebutuhan. Sama seperti makan setiap hari, setiap hari akan menulis untuk memberi makan ruhaninya, jiwanya dan batinnya.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment