Kamis (12/9/24) saya sharing dengan teman-teman dari WIKA perihal bagaimana kita membaca yang berdampak.
“Berdampak” artinya memiliki pengaruh atau akibat yang signifikan terhadap sesuatu atau seseorang. Ini bisa berupa dampak positif, seperti memberikan manfaat atau perubahan yang baik, atau dampak negatif, yang berarti menyebabkan kerugian atau masalah.
Pertanyaannya sepanjang kita hidup, dan membaca banyak hal, bukan semata buku, apakah ada dampak kita rasakan dalam diri?
Dampak yang menjadikan iman menyala, semangat tumbuh dan eksistensi diri kita memberi manfaat bagi banyak orang?
Bacaan
Cara membaca yang berdampak paling nyata adalah dengan memilih bacaan. Saya tegaskan, membaca Alquran itu cara paling baik menjadi pribadi berdampak alias bermanfaat. Hal ini karena sifat Alquran adalah petunjuk, penyembuh, dan cahaya.
Persoalan yang kita hadapi adalah bagaimana bacaan Alquran itu menjadikan akal dan hati kita melangkah dalam kebenaran, sehat dari penyakit jiwa dan selamat dari kegelapan.
Membaca Alquran menjadikan seseorang mudah melakukan perubahan sudut pandang, bahkan pandangan hidup (worldview).
Fakta
Nabi Yusuf adalah sosok yang sendiri, lemah dan tak punya backing kekuasaan. Ketika ia mendengar dirinya akan dipenjara jika tidak menuruti kehendak rusak istri pejabat yang merawatnya selama ini. Nabi Yusuf bukan khawatir, tapi langsung berdoa kepada Allah.
“Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS. Yusuf: 33).
Jika kasus Nabi Yusuf ini dilihat dari sudut pandang dunia politik hari ini, yang sebagian besarnya menghalalkan segala cara, langkah Nabi Yusuf adalah kegagalan.
Tetapi perhatikan akhir kehidupan Nabi Yusuf, dengan sudut pandang iman, Nabi Yusuf bisa menjadi manusia agung (dalam jabatan) sekaligus mulia (dalam akhlak). Itu karena Nabi Yusuf membaca dengan benar lagi mendalam, bahwa yang bisa menjadikan seorang hamba mulia hanya Allah.
Baca Juga: Lelah itu Perlu
Maka langkah-langkah pragmatis yang banyak orang menilai lebih menjanjikan keuntungan, tak membuat Nabi Yusuf memandang itu sebagai langkah strategis dan berdampak baik.
Hasil
Ayat itu kalau kita baca dengan baik dan benar, menusuk ke dalam relung hati dan membentuk sistem kesadaran di dalam diri, maka kita akan mengutamakan iman daripada apapun juga.
Karena iman membuat kita tetap menjadikan Alquran sebagai petunjuk, penyehat dan penyelamat akal dan hati dari memandang yang ilusi sebagai sesuatu yang hakiki.
Jadi, kalau ingin bisa membaca yang berdampak, seringlah berinteraksi dengan Alquran. Langkah ini penting sekali supaya ada generator berupa keyakinan yang terus aktif. Bukan hanya banyak bacaan, tapi tidak sadar bahwa inti dari membaca adalah membangun kesadaran bahwa semesta ini ada dalam genggaman Tuhan.
Akibatnya banyak orang lebih percaya pada rasionya daripada yang memberi kecerdasan kepada rasio itu sendiri. Padahal rasio sangat bergantung kepada asupan yang tak meragukan. Dan, itu ada dalam Alquran.*