Home Kajian Utama Memaknai Idul Fitri
Memaknai Idul Fitri

Memaknai Idul Fitri

by Imam Nawawi

Idul Fitri tentu memiliki makna yang begitu beragam. Namun semua baik, bagus dan berguna bagi kita. Untuk itu kita pun penting memaknai Idul Fitri agar ada sesuatu yang berbeda yang menjadikan diri terus dalam kondisi terbaik, lahir dan batin.

Secara umum Idul Fitri bisa berarti festival atau perayaan. Bentuk syukur dari kondisi jiwa manusia setelah berpuasa sebulan penuh dalam Ramadhan yang kembali suci dan terbebas dari segala dosa, kesalahan, kejelekan dan keburukan.

Baca Juga: Bagaimana Kita Rayakan Idul Fitri???

Oleh karena itu orang bijak berpesan, bahwa hakikat Ramadhan justru ada pada bulan-bulan setelah Ramadhan. Akankah kita masih semangat dalam ibadah, amal dan berbagai kebaikan.

Bahwa kebaikan dan pahala Allah lipat gandakan dalam Ramadhan itu benar. Namun, Allah juga menghendaki bahwa usai puasa itu kita jadi insan bertakwa.

Artinya jelas, selama Ramadhan kita berbekal, selanjutnya jadilah insan yang bertakwa, hingga akhir hayat tiba.

Perjuangan

Justru perjuangan paling tidak ringan adalah ketika kita berpisah dengan Ramadhan. Karena semua kebaikan yang pernah tegak dalam diri kita jangan sampai rebah.

Mulai dari membaca, tadarus Alquran, ibadah-ibadah sunnah, hingga kebaikan lainnya. Kita harus berupaya semampu diri dalam menjaga.

Dan, menjaga adalah pekerjaan paling butuh ketabahan dan kesungguhan. Orang mudah saja melakukan hal baru, namun menjaga hanya mungkin bagi yang punya visi dan stamina tertentu.

Ada sebuah video singkat beredar luas di media sosial yang intinya mengatakan, ibadah itu bukan hanya Ramadhan. Mengapa saat Ramadhan semangat tinggi, namun begitu Ramadhan pergi, kita kehilangan semangat penting itu. Mengapa?

Jadi, perjuangan paling butuh pengorbanan adalah menjaga. Oleh karena beratnya hal itu, Islam memberi apresiasi tinggi kepada siapapun yang mampu istiqomah dalam ibadah dan kebaikan. Konsisten.

Memaafkan dan Menghargai

Idul Fitri 1444 H sepertinya akan terjadi perbedaan. Namun demikian hakikat Idul Fitri secara budaya adalah bagaimana kita bisa saling memaafkan dan tentu saja menghargai.

Oleh karena itu narasi yang membuat hati panas, otak ngebul, dan jemari ini “brutal” dalam komunikasi, hendaknya kita jauhkan dalam agenda diri.

Biarlah berbeda, toh itu bukan hal yang ushul (pokok). Sama-sama akan sholat Idul Fitri. Justru pada perbedaan yang bukan ushul itulah kita harus terlatih untuk saling menghargai atas segenap perbedaan. Toh, masing-masing memiliki landasan.

Tidak perlu kita merasa benar dan yang lain salah dalam relasi internal umat Islam. Kecuali yang secara ushul memang menyimpang. Tetaplah jadikan akhlak Muslim sebagai perhatian. Jangan yang lain-lain.

Jadi, langkah yang juga perlu kita ambil dalam memaknai Idul Fitri pada tahun ini adalah umat Islam bersatu meski tidak sama. Jangan biarkan ada celah orang melihat umat Islam itu kekanak-kanakan dalam perbedaan internalnya sendiri.

Baca Lagi: Tak Ada Obat Semujarab Doa

Jika ingin menggugat atau berdebat, pastikan ada bekal secara ilmu dan itu pun harus mendalam.

Salah satu adab penting yang harus ada dalam diri seorang Muslim adalah tidak berbicara hal-hal yang tidak ia pahami dengan baik. Apalagi sampai debat. Biarlah itu jadi urusan mereka yang ahli. Jangan bicara apa saja, yang sebenarnya diri sendiri tak pernah memahami.

Kalau itu terjadi, maka bagaimana dengan narasi besar kita, bahwa kita adalah umat terbaik, ummatan wasathan, dan lain sebagainya. Ingat, idealitas umat Islam itu akan tegak seiring dengan realitas kita sendiri yang semakin baik dan kokoh.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444 H. Mohon maaf lahir dan batin.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment