Home Opini Memahami HAM dengan Adil
Memahami HAM dengan Adil

Memahami HAM dengan Adil

by Imam Nawawi

Majda el Muhtaj: “Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia Dari UUD 1945 Sampai dengan Perubahan UUD 1945 Tahun 2002” menerangkan bahwa HAM itu martabat diri manusia dari Allah SWT. Tetapi dalam praktiknya HAM kadang tidak demikian. Dari sini kita butuh memahami HAM dengan adil.

Sejauh ini kata HAM banyak jadi senjata orang untuk menggugat Islam. Ambil saja contoh, ketika MUI mengeluarkan fatwa sesat terhadap kelompok Lia Eden, Ahmadiyah dan sejenisnya, MUI diserang dengan beragam cacian. “Ada yang bilang MUI tolol.” (Lihat “Rasional Tanpa Menjadi Liberal Vol. 1”).

Kalau benar HAM itu universal harusnya tindakan ketidakadilan terhadap rakyat dari sisi kebijakan, kemudian pelanggaran hukum oleh pejabat dan penegak hukum benar-benar mudah untuk ditegakkan. Faktanya?

Baca Juga: Betapa Allah Maha Adil

Tetapi kalau dalam realitanya HAM hanya berguna ketika menyerang ajaran Islam dan umat Islam. Kemudian tidak mampu mendorong tegaknya keadilan, maka HAM ini milik siapa dan untuk siapa?

Dan, sebagaimana penjelasan Adian Husaini: Rasional Tanpa Menjadi Liberal Vol.1 kita semua harus hati-hati.

“Maka, tidak perlu heran jika dengan membonceng isu HAM dan kebebasan, pelbagai pemikiran dan gerakan yang destruktif terhadap Islam dan kaum Muslimin, kini sengaja diluncurkan ke tengah masyarakat.”

Lebih jauh Adian merekomendasikan umat Islam dan para pejabat Muslim agar berhati-hati dalam memilih dan memilah, mana ajaran-ajaran dan pemikiran yang merusak dan mana yang baik.

Rentan Jadi Tunggangan

HAM pada akhirnya tidak mampu bertahan dengan idealismenya. HAM sangat rentan jadi tunggangan kepentingan tertentu. Majda el Muhtaj menuliskan hal itu.

“Dengan dan atas nama HAM, hak asasi yang sejatinya adalah untuk mengamini dimensi otoritas manusia sebagai makhluk hidup yang bermartabat, berubah menjadi HAM yang dinilai sarat dengan dimensi antroposentrisme, egosentrisme, dan individualisme yang semu. Pada tataran inilah, kemudian terdapat kecenderungan bahwa HAM telah mengalami distorsi dan deviasi pemahaman.”

Amirul Hadi juga memberikan penjelasan lebih mendalam.

“Secara prinsip, nilai-nilai HAM yang dikembangkan oleh dunia modern yang global dewasa ini mengacu pada konsep Barat yang berlandaskan tradisi Judeo-Christian. Ini bermakna bahwa secara substansi konsep HAM yang ditawarkan adalah sempit dan terbatas, dengan menafikan realitas kultural dunia lain-terutama dunia ketiga.”

Jadi HAM yang Barat pahami bisa kita anggap tidak fair dan menjadi alat dominasi Barat dalam dunia internasional atau neo-imperialisme. (Lihat Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia Dari UUD 1945 Sampai dengan Perubahan UUD 1945 Tahun 2002″).

Rekontruksi

Atas kondisi itu ada yang mengusulkan bahwa perlu rekontruksi (kaji-ulang) tentang HAM. Karena bagaimanapun HAM sebagai konsep adalah buatan manusia.

Terlebih Barat kita bisa pahami sebagai peradaban yang sangat terbatas pemahamannya terhadap dunia, kultur dan kedalaman ajaran agama (terutama Islam). Satu-satunya keunggulan Barat hanya sisi teknologi dan ekonomi, itu pun karena pernah melakukan imperialisme.

Jadi, sangat tidak memadai kalau negeri seperti Indonesia yang mayoritas Islam, kaya akan norma dan nilai ke-Timur-an tiba-tiba melepas sejarah dan identitas kulturalnya hanya karena kata bernama HAM.

Baca Lagi: Lihai Menyiasati Waktu

Selain tidak mudah, pemaksaan dalam perspektif ilmiah juga tidak akan menghasilkan kemajuan masyarakat, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya.

Lihat saja, semakin negeri ini ramai isu HAM semakin keadilan tidak jelas, semakin otoritas keilmuan absurd. Padahal, semua ada porsinya. Tulisan mengajak kita untuk adil memandang apapun itu, termasuk HAM, sehingga kita bisa tetap menjadi Muslim yang baik, sekaligus bangsa Indonesia yang superior dari bangsa manapun.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment