Kebanyakan manusia tahu dan sadar dalam hidup di dunia ini ada yang namanya Tuhan, yakni Allah Ta’ala yang menciptakan segala-galanya. Tetapi sekalipun manusia ada di dunia tak menjamin manusia memahami apa itu dunia, sehingga bisa bahagia selamanya.
Pemahaman kita tentang Tuhan Maha Menciptakan masih sebatas pada alam dan manusia itu sendiri atau apa yang disebut dengan makhluk dan tumbuhan.
Baca Lagi: Menikmati Proses Perubahan
Manusia tidak sadar bahwa Allah yang Maha Berkehendak sesungguhnya juga menciptakan masalah, sakit, rezeki, dan kondisi lainnya yang mengitari kehidupan dunia.
Padahal kesadaran bahwa masalah, ujian dan beban hidup yang terasa berat dalam diri adalah bagian dari ciptaan atau kehendak Allah Ta’ala, maka tidak mungkin seseorang akan bersikap pesimis apalagi apatis di dalam mengisi kehidupan ini.
Kata Yusy Effendy daam buku Thank You Problem sebenarnya kehidupan ini tergantung dari bagaimana seseorang berpikir.
“Jika kita berpikir rumit, memang benar kehidupan ini rumit. Akan tetapi, jika kita berpikir sederhana maka kehidupan ini sesungguhnya sederhana.”
Hakikat Dunia
Mengenai hakikat dunia ini apa hanya Alquran yang dapat menjelaskan. Tak seorang pun manusia dengan kecerdasannya mampu menjelaskan apa sebenarnya kehidupan dunia ini.
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak. Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadîd [57]: 20).
Jadi hakikat dunia adalah permainan dan melalaikan.
Dengan kata lain kala diri di dalam kondisi sedang bagus secara ekonomi dan kedudukan, maka hendaknya jangan anggap remeh ketentuan dan aturan-aturan Tuhan, yakni Allah Ta’ala.
Demikian pun bagi yang dalam ujian berupa pembatasan ekonomi dan kedudukan, tidak perlu merasa inferior. Sejauh iman dan taqwa membara di dalam dada, maka itu cukup untuk menjalani kehidupan ini dengan aman dan sentosa serta selamat baik di dunia maupun di akhirat.
Dan, penting dicatat, dunia ini hanyalah kesenangan yang menipu. Artinya, siapa menjadikan dunia tujuan, ia benar-benar telah terpedaya.
Akar Bahagia
Bahagia bagi anak-anak itu dapat mainan, baju baru, sepeda dan apa pun yang bersifat bendawi.
Tetapi bahagia bagi insan beriman ialah memahami bahwa di setiap keadaan terdapat nikmat dan pelajaran dari Allah Ta’ala.
Dalam kondisi kaya, orang beriman bisa bersyukur karena itu ia sabar dengan memberikan hak orang miskin dengan zakat, infaq dan sedekah.
Dalam kondisi miskin, orang beriman akan tetap bersyukur denga tidak memohon kecuali kepada Allah. Dan, berupaya sabar dengan tidak melakukan pencurian dan lain sebagainya yang merusak iman.
Sekarang mari kita analisis baik-baik, mengapa sebagian orang yang sudah jadi pejabat sangat senang korupsi?
Tidak lain karena ia tidak punya iman. Padahal iman itulah akar dari kebahagiaan. Orang yang imannya rusak maka akan rusak cara berpikir sekaligus prilakunya.
Oleh karena itu jelas dalam Alquran perintah Allah kepada kita semua adalah berlomba-lomba dalam mendapatkan ampunan-Nya.
Baca Lagi: Manusia Kelas Keledai
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabbmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya…” (QS. Al-Hadid [57]: 21).
Jadi, kalau mau hidup bahagia selamanya, baik di dunia dan di akhirat, agenda utama kita hanya satu yakni berlomba dalam mendapat ampunan Rabb kita semua, Allah Ta’ala.*