Youtube, ya, sebagian jam dari hari ini, saya gunakan untuk melihat-lihat kembali konten awal kala memulai dakwah fardiyah di Youtube. Tanpa terasa, kanal Youtube Mas Imam Nawawi telah eksis selama 4 tahun lamanya.
Ketika itu saya sebenarnya sempat “memprovokasi” seorang senior untuk aktif dakwah di Youtube.
Sampai sang senior itu kini telah eksis dengan dakwah Youtube, saya masih melihat belum waktunya untuk ikut turun gunung.
Akhirnya saya bertemu junior yang bertanya, darimana. Saya pas pulang dari shooting Youtube sama sang senior.
Junior saya itu ringan bertanya. “Mengapa gak ngisi Youtube juga?”
Saya katakan, sepertinya agak ribet, ya, karena harus editing video, dan lain-lainnya.
Tak kalah jawaban, junior itu pun mengatakan, mudah kok. Ia pun mengambil handphone dan memberikan langkah-langkah bagaimana mengupload video ke Youtube.
Mulai Mengisi
Akhirnya saya pun mulai mencoba mengisi Youtube. Sekalipun akun saya telah ada sejak 2012, pada 2019 saya baru aktif mengisi. Ini adalah video saya pertama.
Kontennya jelas tanpa sistem, asal terpikir yang sudah. Sampai sekarang sebenarnya sama, hanya saja, sekarang saya cukup menggunakan rekaman suara dan screenshot laman berita internet.
Artinya tidak banyak yang bisa saya lakukan. Jadi tampilan videonya pun sangat-sangat di bawah standar. Tapi saya terus mengisi dan mengisi.
Sempat saya menghubungi beberapa narasumber yang kompeten pada bidangnya dengan ngobrol via zoom kemudian saya olah untuk publish di Youtube.
Tetapi dasar memang bukan orang terkenal dan konten mungkin biasa-biasa saja, tidak banyak penonton yang mampir. Tapi sekali lagi, saya hanya senang mengisi dan mengisi.
Kepuasan
Entah bagaimana saya merasa senang dan puas kalau bisa membuat konten video, sehingga saya hanya merasa bahagia.
Semakin banyak saya membuat, saya semakin bahagia.
Namun mungkin sebagian orang melihat apa yang saya lakukan tidak menguntungkan.
Beberapa orang pun menawarkan jasa agar subscriber saya bisa banyak dan viewer juga ribuan. Tetapi entah mengapa, saya tidak begitu tertarik mengikuti tawaran tersebut.
Bahagia Kembali
Nah, ketika hari ini saya banyak interaksi dengan anak dan istri, sore-sore saya mencoba melihat-lihat konten lawas saya. Rata-rata dua tahun silam.
Ternyata saya merasakan kebahagiaan. Alhamdulillah, konten-konten lawas saya, walau tak populer mengajak hati ini kembali aktif bertanya bahkan berpikir dan berdzikir.
Oleh karena itu saat saya menuangkan ide dalam tulisan ini, saya hanya punya satu rasa, bahagia. Kalau ada harapan, ya, semoga itu Allah terima sebagai amal sholeh yang bermanfaat bagi kehidupan.
Tekad yang saya miliki sekarang adalah bagaimana dengan hadirnya tahun politik, nilai-nilai kebenaran bisa saya sisipkan sebagai dakwah yang semoga memberikan kebaikan.*