Home Kajian Utama Melek Politik
melek politik

Melek Politik

by Mas Imam

Umat Islam, terkhusus kaum muda penting sekali untuk melek politik. Melek di sini artinya memahami dengan tepat beragam hal yang beraroma politik.

Hal ini agar keberadaan umat Islam tidak sebatas objek politik yang dinilai sebatas market dalam pengertian pemilih, yang tidak memiliki daya tawar nilai dan visi.

Baca Juga: Mereview Cara Berpikir

Terlebih dalam hitungan hari menuju 2022, negeri ini akan semakin kental dengan nuansa politik.

Dalam bahasa Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima Indonesia) Ray Rangkuti tahun 2022 merupakan tahun politik.

“Tahun 2022 itu merupakan tahun politik. Di mana hampir seluruh partai dan elit politik mengarahkan kekuatan menuju 2024,” ujar Ray kepada GenPI.co, Rabu (8/12).

Cermat

Salah satu ciri orang melek, ia sadar. Kesadaran itu akan membuat ia cermat, terlebih saat ini berita tentang politik, mulai dari survei hingga manuver begitu sering tersaji oleh media online.

Sebagai contoh, kepada siapa dukungan politik PDI-P untuk kontestasi Calon Presiden. Puan atau Ganjar?

Untuk sampai pada jawaban yang walau pun spekulatif, karena memang belum saatnya SK akan hal itu terbit, kita butuh kecermatan.

Cermat melihat “benturan” media, seakan-akan terjadi polariasai yang amat kuat namun dalam realitanya tidak ada keputusan organisasi partai atas mereka yang “berbenturan” itu.

Dalam hal ini, menarik ungkapan dari Deborah Tannem, seorang penulis Amerika Serikat.

Ia mengatakan bahwa kerjasama (cooperation) itu bukan tentang tidak adanya konflik. Tetapi kerjasama berarti bagaimana pengelolaan konflik (sesuai skenario).

Dengan kata lain, kalau umat menghabiskan waktunya membaca, menonton kemudian diskusi tentang politik, maka ia akan kehilangan kesempatan naik kelas dalam hal kesadaran politik.

Di saat yang sama, mereka tidak tanggap terhadap agenda, skenario dan manuver politik oleh banyak pihak, sehingga umat kembali menjadi domba-domba politik dan akhirnya tak berdaya.

Sadar

Kalau umat Islam ingin bermartabat secara politik, maka upaya untuk melek atau sadar secara politik terutama oleh kaum muda.

Jika tidak, maka kemungkinan umat Islam terjebak pada settingan alias orkestrasi politik akan kembali terjadi.

Di sini menarik untuk memahami teori Dramaturgi Erving Goffman, bahwa di dalam kegiatan interaksi satu sama lain sama halnya dengan pertunjukan sebuah drama.

Baca Juga: Desain Politik 2024

Dalam hal ini, manusia merupakan aktor yang menampilkan segala sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu melalui drama kehidupannya.

Identitas seorang aktor dalam berinteraksi dapat berubah, tergantung dengan siapa sangka aktor berinteraksi. Jadi, jangan lagi kita memandang politik dengan biasa-biasa saja, meski tetap memandang politik harus secara biasa-biasa saja.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment