Home Artikel Melakukan Hal-Hal Bermakna, Siapapun Bisa
Melakukan hal bermakna

Melakukan Hal-Hal Bermakna, Siapapun Bisa

by Imam Nawawi

Kalau kita renungkan dengan seksama, pepatah “sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit” ini akan menggerakkan seseorang pada kedisiplinan tinggi dalam kebaikan. Disiplin tinggi memungkinkan seseorang mencapai hal-hal bermakna, bukan lagi sebatas melakukan hal bermakna.

Kata Eric Barker, “Ketika bermakna, itu menjadi bukan benar-benar ‘pekerjaan’ kan?”

Katakanlah soal berbicara. Saya sering mengutip sebuah riset, bahwa seseorang akan pandai berbicara jika ia setidak-tidaknya memiliki 4000 hingga 6000 kosa kata di dalam kepalanya.

Kemarin (4/1/25), dalam seminar kebangsaan DPW Hidayatullah Jakarta, Anies Baswedan mengatakan bahasa Indonesia memiliki 150 ribu kosa kata. Bahasa Inggris ada 1 juta sekian kosa kata. Sedangkan bahasa Arab memiliki 2,7 juta kotas kata.

Jadi, kalau Anies Baswedan dan tokoh-tokoh lainnya, seperti Kang Maman, bagus dalam berbicara, maka kita bisa ambil kesimpulan, mereka adalah aggregator kata. Melalui apa? Jelas, membaca!

Baca Juga: Terus Berisi dengan Membaca

Kalau kemudian ini kita tarik dalam kehidupan kita, yang ingin bisa bicara dan juga ada kemauan bisa menulis, maka syaratnya satu, cicil kata-kata yang begitu banyak masuk ke dalam kepala kita. Artinya, tekunlah membaca. Disiplinlah dengan disiplin tertinggi dalam membaca dan berlatih bicara.

Menepilah

Melakukan hal-hal bermakna tentu memerlukan waktu dan tempat yang tepat. Tidak bisa kita mau berpikir serius dengan duduk di pinggir jalan dengan suara bising knalpot kendaraan. Kita perlu menepi sejenak, bolehlah kita sebut meditasi, yakni konsentrasi seorang diri.

Menepi akan mengurangi stres dan tekanan pada pikiran. Selain itu juga dapat meningkatkan kerja keras lapisan korteks pada otak.

Beruntung orang yang gemar bangun malam lalu shalat Tahajjud, ia bisa menepi dengan sangat tenang. Dalam situasi seperti itu, membaca akan terasa begitu mudah masuk ke inti pemikiran penulis. Kalau tadabbur Alquran kita juga seperti mudah sampai pada peresapan yang mendalam.

Simpelnya, harus ada waktu kita menepi. Menjauhkan HP, media sosial dan komunikasi virtual lainnya, untuk memberikan hak bagi otak dan hati melihat segala sesuatu dengan tenang.

Wajar kalau kemudian, Ust. Abdullah Said ceramah-ceramahnya tajam dan bernas. Selain kegemaran membacanya berada pada level sangat tinggi, ibadahnya dalam Tahajjud juga konsisten tinggi.

Buahnya adalah kata-kata dan kalimat yang beliau lontarkan, tidak saja mencerdaskan tapi membekas membentuk kesadaran hidup yang amat progresif.

Latihan

Mengapa para penulis membaca? Kemudian mengapa sebagian orang mampu berbicara dengan kharima?

Semua itu tidak terjadi begitu saja. Mereka telah sukses mengisi hari demi hari dengan hal-hal bermakna. Hal keseharian yang juga bisa kita jadikan kegiatan.

Fyodor Dostoyevsky berkata, “Paruh kedua kehidupan seseorang tidak lain hanyalah kebiasaan-kebiasaan yang diperolehnya pada paruh pertama.”

Katakanlah paruh pertama orang hidup itu usia 40 tahun, maka 41 tahun dan seterusnya itu tinggal buah dari hal-hal yang biasa orang lakukan.

Oleh karena itu Dale Carnegie menulis buku “Hidup ini Singkat, Jadikanlah Luar Biasa!”

Pendek kata, buatlah pilihan kegiatan baik, lalu latihlah hingga sampai pada level disiplin dan menjadi kebiasaan. Bagaimana kondisi orang 10 tahun ke depan, cek, apa kebiasaan bermakna yang ia lakukan sekarang.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment